Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Juli 27, 2015

shalom beijing

Beckham on luggage conveyor at Beijing Internasional Airport
Beberapa waktu lalu, film Assalamualaikum Beijing tayang di bioskop. Dari judulnya, sudah ketahuan kalau film ini bertema Islami. Sekilas melihat posternya, gak ada keinginan sedikit pun untuk menontonnya. Hanya saja ketika gue nonton film lainnya, sempet nanya sama soul mate, kok film Assalamualaikum Beijing gak ada ekstra-nya ya? Dijawab filmnya kan udah tayang, biasa ekstra kan untuk film yang coming soon. Bener juga.

Salah satu sudut bandara
Sampai kemarin di salah satu stasiun televisi swasta menayangkan filmnya di malam lebaran. Gue bela-belain nungguin film itu dengan muka ngantuk dan mata sepet. Gue sendiri gak ngerti kenapa rasanya pengen banget nonton film ini. Entah karena selalu muncul dalam bentuk iklan atau memang dapat hidayah.

Local activity
Baru nonton sebentar, gue mulai tergelitik. Haduh, akting para pemerannya standar banget. Pemandangan Beijing dengan city icon-nya seperti Great Wall dan Temple of Heaven-nya sih keren. Terus ceritanya sudah ketebak di awal. Bener banget, akhirnya si pemeran laki-lakinya menjadi mualaf.

One nite stay @ Crowne Plaza Wangfujing, Beijing
Males nonton kelanjutannya. Matiin TV dan langsung tidur.

Tiba-tiba teringat film Ayat-ayat Cinta yang juga gue tonton di TV. Kesamaan kedua film tersebut ada di bagian mualaf-nya. Mengganggu sih enggak, cuman jadi mikir apa memang bener, orang segampang itu pindah agama? Mungkin ini kan film yang nota bene berdurasi terbatas, dalam waktu maksimal 2 jam semua cerita, permasalahan, konflik dan solusi harus sudah terpecahkan bukan?

My footprint @ Tian An Men Square
Mungkin gak semua film Islami bertema mualaf juga kali ya atau memang selalu seperti itu?

Coba tengok film ? ( Tanda Tanya ) yang kental dengan nuansa pluralisme besutan Hanung Bramantyo. Asalnya gue gak berminat nonton. Hanya gara-gara temen gue nonton, yang awalnya dia juga enggan untuk menonton dan mempunyai pemikiran yang sama seperti gue tapi jadi nonton karena salah satu Pendeta di gereja-nya merekomendasikan film tersebut dan temen gue pun merekomendasikan balik. Ketika filmnya sudah menghilang dari bioskop dan sempet rame di media masa, gue baru heboh cari dvd-nya.

Setelah nonton baru ngerti, pantesan tuh film didemo. Itu pun masih ada unsur mualaf-nya loh tapi secara pribadi, gue masih bisa nerima karena ceritanya bagus dan gak berat sebelah, walau dalam keseharian belum tentu jadinya seperti itu.

Bagaimana dengan La Tahzan?

Lovely garden @ Tian An Men Square
Dalam kehidupan nyata, temen kantor gue ada kok yang asalnya beragama Buddha tapi karena pacarnya Islam, akhirnya mereka berakhir di penghulu, temen gue yang keturunan itu serta merta jadi mualaf.

Dunia selebritis pun sama. Ada Bella Saphira, Sandy Tumiwa, Angelina Sondakh dan Marcell. Itu yang gue tahu.

One of the iconic building @ Beijing City
So, ada yang salah dengan mereka yang menjadi mualaf? No, itu hak mereka. Gue gak akan komen apa pun tentang itu. Semua orang bebas beragama bukan?

Terus? Ada masalah? Enggak juga tuh. Penasaran doang kenapa tema mualaf kok sering muncul ya? Jaminan laris kah? Bahkan di satu forum ada yang berkomentar “Itu bukan keberhasilan tapi promosi pepesan kosong.” Nah loh?

Another one
Baru kemarin, gak sengaja setel TV eh, lagi siarin film 99 Cahaya di Langit Eropa 2. Ok, gue coba nonton dari pertengahan film sampai habis. Cerita mualaf sih gak ada, cuman di ending diceritakan kalau si pemeran wanitanya memutuskan untuk berhijab.

Summer Palace
Ada adegan yang mengganggu sih waktu si pemeran wanitanya ada di satu masjid dan dia dilarang sholat. Dengan nada sinis dia mencoba menanyakannya pada salah satu petugas yang dijawab kalau dulunya adalah katedral lalu jadi masjid dan sekarang jadi museum. Baru deh dia ngerti.

Local mineral water & tea
Mengganggu di sini, memangnya gak bisa survey dulu gitu sebelum berkunjung dan sebelum nanya? Ya, mungkin juga memang seperti itu kejadiannya karena katanya based on catatan perjalanan si pengarang.

Presentasi jualan obat
Well, gue gak bilang kalau semua film bertema Islami harus lulus sensor dari gue loh. Suka-suka yang bikin film saja atau terserah si pengarang novel menentukan arah ceritanya mau seperti apa. Buat yang gak suka, simple-nya gak usah nonton, keluar dari gedung bioskop atau tekan tombol power off kalau memang tayang di TV.

Great Wall
Oh, mungkin memang trend pasar kali. Inget dong film Jelangkung, pocong-pocongan dan hantu-hantu lainnya yang sampai sekarang masih suka nongol di bioskop. Era sekarang mungkin lagi seneng film religi bertema mualaf atau religi berbalut traveling setelah sebelumnya cinta beda agama. Cuman kok lumayan sering ya? Bahkan soul mate gue dengan yakin bilang kalau semua film religi yang tayang di bioskop pasti ceritanya mualaf. Sok tahu dia.

Beijing West Railway Station
Gue gak ( mau ) tahu apakah cerita tersebut dari kejadian nyata apa cuman fiksi belaka. Siapa pun sah-sah saja mau menceritakan apa pun dengan cara pandang masing-masing orang dan gue gak akan mengganggu gugat. Itu haknya mereka toh?

Hanya saja otak gue gak bisa diajak kompromi, apa mualaf memang lagi booming? Apa tema tersebut memang ( lagi ) favorit di kalangan umat Islam? Kehabisan ide cerita kah? Atau kalau gak ada tema itu ada sesuatu yang kurang? Apa biar di bioskop bisa rame-rame teriak kemenangan? Atau pada kenyataannya memang ini yang menjadi fenomena di negara kita?

Bangunan di kompleks Bird Nest
Atau mungkin gak sih, ini hanya tindakan insecure pihak-pihak tertentu yang takut atau kecewa karena pada kenyataannya jauh dari realita? Apa kabarnya Nafa Urbach, Rianti Cartwright, Pinkan Mambo, Asmirandah dan yang terakhir Lukman Sardi?

Well, pastinya gue gak ngurusin orang-orang yang pindah agama. Itu berpulang pada masing-masing individu. Gue pribadi cenderung mikir ketika seseorang berpindah keyakinan dari satu agama ke agama lainnya. Dan pada akhirnya bukan hak gue untuk menghakimi mereka, siapa pun itu. Agama mu agama mu dan agama ku agama ku.

Bird Nest Stadium
Semisal gue sutradara pun gak akan bikin film tandingan sejenis, bukan karena takut didemo ormas tertentu tapi lebih tertarik bikin film cerdas yang gak melulu mainstream tapi memorable.

Bagaimana dengan para pemerannya yang dibayar untuk memerankan apa yang bukan keyakinannya? Well, apakah mereka murtad atau memang dapat hidayah? Kalau terjadi sama gue, gue sih gak mau. Aktor memang harus memerankan semua peran tapi gue gak mau jadi batu sandungan.

Water Cube
At the end, gue pastikan kalau kemarin pengen banget nonton Assalamualaikum Beijing bukan karena dapet hidayah, cuman kangen perjalanan 2 tahun kemarin ketika untuk pertama kalinya menginjakan kaki di Beijing. Next time, mendingan gak pake tur biar bisa lebih puas menyusuri hal-hal yang gak terlalu turis dan pulang membawa pengalaman nan berkesan.

By the way, Shalom Beijing.

Juli 21, 2015

what is your dream job?



Kalau ada film yang paling sering gue tonton, udah pasti The Devil Wears Prada. Ditonton puluhan kali, sampe keping dvd-nya rusak dan beli lagi yang baru sampe hapal line demi line. Hell yeah...

Ceritanya sih simple, seputeran majalah fashion, about dream job, relationship dan yang paling penting casting-nya top abis. Meryl Streep selalu bikin gue nonton film-filmnya.

Andrea ( Anne Hathaway ) yang cerdas tapi gak punya pengetahuan sama sekali tentang fashion, awalnya sulit untuk beradaptasi sebagai asisten Miranda ( Meryl Streep ) yang menjadi pimpinan tertinggi dalam suatu majalah fashion “Runway.” Dia pikir ngapain juga sok-sokan fashion segala toh dia di hire karena kecakapannya.

Sampe akhirnya dia gak sengaja ngetawain bagian accessories atau apalah karena gak bisa milihin satu diantara dua belt yang berwarna sama. Miranda langsung ngoceh dong kalo itu bukan sekedar belt.

Menurutnya, kerja tuh bukan cuman sekedar kerja tapi hati elo juga harus ada di sana dan dilakukan sepenuh hati. Kerja di fashion ya harus mau belajar fashion.

Tanpa menunggu lama, Andrea pun sadar dan ber-transformasi menjadi asisten yang gak cuman bisa handle kerjaan doang tapi penampilannya pun berubah fashionable. Miranda kagum.

Beberapa kali kata “Million girls would kill for that job“ dikumandangkan. Secara naluriah, siapa yang gak mau pake baju-baju perancang terkenal, berhubungan dengan dunia fashion dan orang-orang terkenal didalamnya, travelling around the world dan berteman dengan kalangan jet set gara-gara menjadi asisten Editor in Chief majalah fashion? 

Dan benefit lainnya, keluar dari situ dengan rekomendasi yang baik akan membuka pintu selebar-lebarnya bagi pekerjaan di bidang jurnalis. Itu keinginan Andrea, makanya dia bekerja sebaik mungkin demi mendapatkan apa yang dia inginkan.

Pencapaian yang signifikan di kantor, berbanding terbalik dengan hubungannya dengan teman-teman bahkan pacarnya. Telpon selalu berdering setiap saat, kerjaan selalu menuntutnya untuk lembur bahkan pulang larut malam. 

Event tahunan Paris Fashion Week menjadi agenda paling penting setiap tahunnya. Emily ( Emily Blunt ) pun menyiapkan diri demi event tersebut dari bulan-bulan sebelumnya tapi malang baginya, Miranda hanya ingin yang terbaik yang menjadi tim-nya. Dan itu bukan Emily si asisten pertama Miranda melainkan Andrea.

Andrea tentu saja tidak bermaksud untuk mengambil alih posisi tersebut, terbang ke Paris bersama Miranda dan meninggalkan Emily. Andrea hanya ingin melaksanakan tugasnya dan Miranda melihat bahwa Andrea memang pantas untuk posisi tersebut.

Sampai akhirnya ketika di Paris, Andrea gak tahan dengan perlakuan Miranda yang semena-mena pada Nigel ( Stanley Tucci ), Miranda berkilah bahwa Andrea pun gak jauh beda dengan dirinya dan melakukan hal yang sama pada Emily. 

Singkat cerita, dia berhenti dari pekerjaanya itu dan kaget ketika mendapatkan pekerjaan di tempat lain dengan rekomendasi yang baik padahal dia bekerja kurang dari setahun pada Miranda. 

Jutaan orang mungkin antri untuk posisi asisten Editor in Chief majalah fashion dunia tapi ketika hubungan dengan orang-orang terdekatnya berada di ambang kehancuran, punya bos yang workaholic dan selalu ingin perfect sampai mengorbankan siapa pun juga agar selalu berada di atas, itu bukan gaya Andrea. Dia sudah berusaha maksimal tapi ada hal-hal prinsip yang gak bisa diganggu gugat. 

So, apakah Miranda sejahat itu? Menurut gue sih enggak. Dia cuma menjalankan tugasnya sebagai tampuk pimpinan, mau segala sesuatunya perfect dan mau semua staf-nya seperti dirinya mengeluarkan seluruh kemampuan yang ada sampai batas limit. 

Jadi apa Andrea yang gak becus kerja? Enggak juga. Hidup itu pilihan, bebas menentukan apa pun yang ingin dicapai sesuai kata hati. Kalau dirasa gak cocok apa salahnya quit from the job?

Buat gue, film ini berarti banget. Bukan cuman sekedar mengumbar fashion dan intrik-nya tapi lebih menggaris bawahi tema pekerjaannya. Bagi sebagian orang, karir tertentu mungkin dirasa hebat tapi bagi yang menjalaninya belum tentu. Bila sampai menemukan karir yang tepat pun, belum tentu juga kita bakalan cocok sama bos-nya. Bener kan?


Ada satu lagi film Jepang yang dibintangi Masahiro Motoki berjudul Departures ( Okuribito ). Casting, setting dan ceritanya tentang kehidupan di Jepang. Film ini terbilang premium, selain ceritanya yang memang bagus, film ini juga menang di kategori Best Foreign Language Academy Awards.

Profesi sebagai cellist, pemain cello di suatu orkestra ternyata gak jaminan bakal sukses. Dikarenakan sepi pengunjung maka si empunya membubarkan orkestra tersebut.

Akhirnya karena gak punya pekerjaan, Daigo ( Masahiro Motoki ) kembali ke kampung halamannya dan mulai mencari kerja. Berkat lowongan di suatu koran, Daigo memberanikan diri untuk melamar langsung ke alamat tersebut.

Setelah sampai di sana, Daigo masih belum mengerti posisi apa yang di tawarkan perusahaan tersebut sampai si pemilik usaha memberitahukan bahwa perusahaannya bergerak di bidang funeral di mana orang yang meninggal dimandikan, dipakaikan baju dan di make up sampai dimasukan ke dalam peti mati.

Daigo tentu saja kaget, dikiranya “Departures“ yang dimaksud adalah perusahaan travel agent. Ternyata maksudnya adalah persiapan keberangkatan bagi yang meninggal menuju alam yang lain.

Siapa pun juga pasti akan shock dan bingung dengan keadaan demikian, di satu sisi butuh kerjaan tapi di sisi lainnya kalo bisa cari kerja yang lain lah ya.

Pelan tapi pasti, Daigo merasa gak ada pilihan dan dia mulai mencoba. Mayat pertamanya adalah orang yang gak ketahuan meninggal beberapa hari sebelumnya dalam keadaan yang menyengat.

Pengalaman buruk pertamanya tentu saja bikin down, antara mau dilanjutkan apa enggak. Lama-kelamaan, dia belajar dan menerima kalo pekerjaan tersebut memang untuknya dan mulai menikmatinya.

Profesi ini bisa dibilang langka dan gak semua orang mau melakukannya bahkan cemooh gak jarang diterima Daigo bahkan penolakan dari istrinya sendiri.

Di film ini akan disuguhkan paling enggak selusin adegan professional tentang detil dari pekerjaan Daigo. Surprisingly, gue gak bosen. Banyak adegan emosional yang terjadi dengan keluarga yang ditinggalkan ketika si mayat mulai dipermak sampai menjadi cantik.

Sampai scene terakhir yang meninggal adalah orang-orang terdekat Daigo sendiri.

Kekuatan film ini tentu saja ada di ceritanya dan permainan cello Daigo yang menyayat hati. Kalo sampe gak nangis nonton film ini sih keknya ada yang salah deh sama kelenjar air matanya. Hahaha...

Well, do you think working in funeral is your dream job?

Gue bilang sih takdir, dari gak mau sampe bisa menikmatinya dan ternyata profesi tersebut berguna bagi banyak orang. Memang gak untuk semua orang, buktinya lebih banyak yang buka bridal atau wedding organizer dibanding membuka usaha pemakaman. Betul kan?

Di film The Devil Wears Prada, diceritakan kalo posisi asisten Miranda banyak diburu orang tapi Andrea malahan gak mampu bertahan sedangkan di film Departures, pekerjaan yang gak banyak orang mau tapi Daigo malah sanggup melewatinya dengan baik. Bisa lihat perbedaannya?

So, what is your dream job?

Menurut gue, dream job itu adalah pekerjaan yang kita kuasai dan melakukan yang terbaik di bidang tersebut.

Keberhasilan atau kegagalan itu banyak faktor pendukung. Mungkin kita udah nyaman di suatu posisi tapi tiba-tiba lingkungan tidak lagi mendukung atau berantem dengan owner. Bisa jadi kan?

Gue pernah kerja di bidang Food & Beverage untuk 6,5 tahun. Gaji gak seberapa tapi cukup. Perusahaan keluarga yang semua anggota keluarganya baik orang tua, anak dan menantu ikut serta dalam hal operasional kantor. Anaknya 4 jadi bisa bayangin sendiri kalo semuanya datang, belom menantunya dan kedua orang tua dari si anak. Udah kek kapal pecah kalo semua datang ke kantor. 

Pertamanya sih cuman menantu nomor 2 dan anak nomor 1 yang suka ngantor, yang lain cuman kadang-kadang aja kalo ada event baru deh pada ikut bantuin. Tahun-tahun terakhir, mereka mulai menghilang digantikan anak nomor 3 dan papanya. Pertamanya sih asik, sepertinya care dengan perusahaan tapi lama kelamaan bikin sakit kepala. Mereka terlalu bawel dan curiga. Dan yang gue gak terima tiba-tiba mereka nge check semua bank dan kas payment yang terjadi tahun-tahun sebelumnya dengan cara diam-diam di audit oleh karyawan si anak nomor 3 ini. Btw, dia punya usaha dan kantor lain.

Sebagai karyawan gue cuman bisa terima aja kan? Belum lagi pertanyaan-pertanyaan yang menyiratkan kecurigaan. Gue udah bosen.

Puncaknya, gue marah-marah sama mereka. Gue udah gak peduli dan melayangkan surat resign.

Hari senin, si anak nomor 3 ini ngantor dan langsung panggil gue untuk bicara empat mata. Gue diomelin abis-abisan dan dia bilang, “Saya gak akan tahan-tahan kamu kok, silahkan kalo mau resign.” Dalam hati siapa yang mau ditahan? Kalo bisa hari itu juga out, gak pake mikir dah. Pengen banget rasanya saat itu ngegampar mukanya yang selalu berlebihan kalo pake blush on. 

Lalu gue minta maaf dan bilang sebagai pemilik perusahaan memang sudah sepantasnya melakukan apa yang menjadi kewajibannya dan gue sebagai karyawan juga melakukan apa yang wajib dilakukan tapi alangkah bagusnya kalau itu dilakukan dengan cara-cara yang elok. Gak semua orang bisa terima dengan cara-cara primitif, apalagi kalo orangnya gue yang berdarah panas.

Bayangin, tiap bulan gue bayar listrik dan telpon sekitar 6 jutaan, nah gue transfer dananya ke rekening gue dulu baru nanti gue bayar via ATM dengan bukti terlampir. Sisa dana pastinya gue kembalikan ke petty cash. Mereka curiga. Apalagi posisi kas gue yang selalu di angka 25 juta. Mereka gak tahu, kalo gue stock uang kecil untuk operasional dan juga untuk outlet. Mereka ngomongnya di belakang, jarang nanya sama gue, tahu-tahu denger aja dari orang lain. Sebenernya ini simple, kalo mereka mau kenapa gak nge-check uang real-nya? Tapi gak pernah. 

Setelah kejadian itu, bulan berikutnya gue kasih dia giro biar bayar sendiri listrik dan telponnya. Lumayan berkurang kerjaan gue.

Mereka gak tahu apa yang gue lewati hari demi hari. Siang-siang naek mobil pick up untuk ngider ke bank, kliring dan setoran uang sales dan itu gak cuman 1 bank. Orang laen belum tentu mau naek mobil bobrok begitu. Gue sih sebodo amat lagian drivernya lebih menyenangkan dibanding naik Mitsubishi Kuda yang drivernya rese. Belom kalo jalan ke outlet yang tersebar di seantero Jakarta, panasnya berasa. Pick up cuman pake AC alam bo.

Semua gue lakukan sebaik mungkin. Semua demi kepentingan perusahaan. Yang mau jahatin dan merugikan perusahaan aja, gue peduli. Mereka gak tahu itu semua. Apa tahu tapi gak peduli?

Meja atasan dan kami para staf ada di satu ruangan, jadi sedikit gak nyaman sih apalagi pas dia merayakan ulang tahunnya. Dia pake baju merah dan membawa satu bungkus mie untuk dirinya sendiri. Bahkan papa-nya sendiri gak dibeliin apalagi kami para staf-nya yang cuma beberapa orang. Bukan pengen ditraktir tapi lebih kepada etika ya. Apa salahnya sih, ini kan hari special, gak datang tiap hari. Kalo sesekali traktir karyawan mie ayam 20 rebuan gak bakal jatuh miskin dong? Malu sama apartemen dan rumahnya yang ada di daerah elit.  Tapi kalo gak ridho mending jangan memang, masalahnya tiap hari gue juga beli dan masih mampu beli. Dia makan aja sendiri, papa-nya ngeliatin dan gue yang jijik. Gue pura-pura aja gak tahu dan memperlakukan hari itu seperti hari lainnya.

Sepertinya sebagai bos, dia pelit banget tapi pernah kok dia bermurah hati memberikan gue satu paper bag branded berisi baju-baju bekas suaminya dari merk-merk yang sekarang menjadi favorit gue. Bukan gak terima kasih ya tapi itu baju bekas, ukurannya juga di atas gue yang mana gue gak mungkin pake, udah gitu gak terlalu bagus dan ada cacatnya. Diberi ya terima kasih tapi kalo kondisinya seperti itu mending langsung kasih aja ke yayasan atau ada kan mal yang menerima baju bekas biar nanti disumbangin ke yang membutuhkan. Gue bukan terhina tapi gimana ya ngomongnya? Baju baru aja seringkali gak cocok kalo dikasih orang tapi gue prefer dikasih yang baru dengan merk yang gak terlalu terkenal tapi bisa dipake. Sebagian udah gue sumbangin dan ternyata masih nyempil satu di lemari. Gak ngerti kenapa tuh baju masih ada sampe sekarang...hahaha...oya, jangan-jangan dia kasih gue baju bekas emang sengaja buat dikasih ke yayasan? Bisa jadi loh...

Gue pernah dengar cerita dari HRD, kejadiannya si menantu yang dulu ngurusin perusahaan ini ulang tahun, dan semua karyawan kasih surprise dengan membelikannya kue ulang tahun. Gak disangka sambutannya dingin, boro-boro traktiran untuk seluruh karyawan, bahkan kue ulang tahunnya juga gak disentuh dan dibagikan lagi ke karyawan. Sejak saat itu acara ulang tahun atasan menjadi hari yang biasa. Semua kecewa. Gue sih bengong aja denger ceritanya. Miris.

Jangan salah ngerti ya, gak mesti loh atasan traktir bawahannya, bahkan di peraturan perusahaan juga gak bakalan tercantum ada kewajiban seperti itu.

Hari terakhir, gue minta maaf lagi sambil diseling kata,”Tambah sukses ya kedepannya.” Dia cuman nyaut Amin dan minta maaf balik. Sebulan ke depan gak ada transferan uang jasa yang mampir ke rekening gue. Sampe akhirnya gue nitip pesen ke yang gantiin gue, baru deh di transfer itu juga cuman 1x gaji. Enam setengah tahun kerja cuman dihargai 1x gaji. Banyak dari temen-temen gue yang bilang mustinya bisa lebih. Mungkin dia lebih butuh buat expand usahanya ya. Amin.

Gue bukan Andrea atau pun Daigo. Ini cerita gue, pengalaman gue. Dimana gue bekerja tapi pada akhirnya gak dipercaya dan dicurigai. Mungkin ada yang nanya, kalo emang gak bersalah kenapa takut? Gue gak takut, cuman udah gak nyaman aja. Quit adalah jalan satu-satunya. Mungkin memang itu jalannya walau terasa pahit. Kalo engga, gue bakalan kerja di situ terus kali tanpa bisa menikmati dunia. Tanpa mengenal travelling dan beberapa keasikan lainnya. Papa-nya juga kalo gak salah minta maaf dan nanya-nanya nanti kerja di mana dan bla bla bla. Yang udah terjadi ya udah, pasti ada pembelajaran buat gue-nya. Gak jaminan orang yang se-agama pun ternyata bisa melakukan hal-hal yang menurut gue menyakitkan.

So, what is your dream job? Bukan kerja di perusahaan keluarga yang pasti.

So, what is your dream job, actually? Jadi karyawan terus seumur idup? Manager atau Direktur sekalipun jatuhnya tetep karyawan. Yang disuruh-suruh, mungkin dengan semena-mena dan dicurigai.

So, last time I ask you...what is your dream job? Mungkin udah saatnya punya usaha sendiri walaupun kecil-kecilan. Menjadi bos dan pemilik dari suatu perusahaan, bukan menjadi karyawan di perusahaan orang.

Bahkan gue pun masih bermimpi untuk mencoba mewujudkannya suatu hari nanti. Dan gue berjanji sama Tuhan, kalo sampe terkabul, gue gak mau berkelakuan kek si blush on berlebih atau pun papa-nya yang selalu curiga setengah mati sama semua karyawannya.

Asal,

Jangan sampe gue buka restoran dan lihat karyawan gue makan makanan yang dijual di depan mata gue kalo gak mau langsung dipecat. Jiahhh, gue ternyata lebih kejam daripada mereka. Hahaha...

Juli 02, 2015

banquet section : training di hotel


Banquet adalah pelayanan/ acara-acara istimewa atau special function yang kegiatannya dilakukan terpisah dari restaurant atau coffee shop. Pada umumnya, setiap hotel berbintang empat atau lima mempunyai beberapa ruangan yang siap untuk disewakan. Ada yang besar, menengah, kecil sesuai dengan kebutuhan yang menyewa.
Penjor as banquet decoration

Training di hotel sebagai F&B Service di F&B department, awalnya menjadi hal yang begitu menggairahkan. Ilmu yang sudah didapatkan di kampus dapat dipraktekan dengan instruksi para senior dan bertemu langsung dengan tamu yang sesungguhnya.

Restaurant, bar, lounge, room service serta banquet adalah outlet para F&B Service ditempatkan. Selama 6 bulan training di hotel, assignment gue ada di lounge, room service dan bar tapi pada prakteknya, kami harus support di tempat di mana dibutuhkan. Jadi merasakan semua outlet dengan job description yang gak jauh beda karena pada intinya F&B Service adalah memberikan pelayanan kepada tamu dalam hal makanan dan minuman.

Standing party at the beach
Waktu itu, restaurant untuk tamu VIP sedang renovasi dan dipindahkan untuk sementara ke lounge di mana gue ditugaskan. Otomatis schedule dan job description gue ganti total. Itu gue jalani selama 3 minggu. Karena gue gak kebagian di restaurant ya, gue manfaatkan sebagai tambahan pengalaman dan mencoba untuk menikmati walaupun shift kerja dimulai pukul 05.30 pagi. Tamu hotel breakfast pukul 06.30.

Canape
Banquet juga sama, ketika assignment di lounge, gue harus support banquet sekitar 2 minggu, ketika di room service ada sekitar 2 mingguan dan ketika di bar, kurang lebih sama. Selama 1,5 bulan lamanya gue harus support banquet. Kenapa kami harus support banquet? Karena banquet itu jamuan makan dengan tamu yang relative banyak dan membutuhkan crew yang tidak sedikit. Tamu dan F&B Service harus mempunyai perbandingan yang seimbang bukan?

Memangnya crew banquet sendiri gimana? Biasanya staff banquet gak terlalu banyak. Mereka lebih suka mengandalkan tenaga training yang nota bene gak dibayar atau pun kalo sangat urgent, maka mereka mencari tenaga Daily Worker ( DW ) yang berasal dari SMK.


Flower

Jamuan makannya bisa macem-macem, ada yang cuman satu event doang, misal untuk dinner maka yang disiapkan adalah untuk keperluan dinner di malam itu saja. Namun ketika ada perusahaan yang memakai jasa hotel selama 3 hari untuk keperluan meeting regional, maka kami harus mempersiapkan kebutuhan mereka selama hari-hari tersebut dari pagi sampai malam. Dari coffee break di pagi hari, coffee break kedua menjelang siang, lunch di siang hari, tea time waktu sore dan ditutup dengan dinner. Biasanya dinner hari terakhir diadakan di tepi pantai atau di garden yang masih area hotel dengan tema gala dinner.

Set up lunch

Intinya, acara apa pun ya harus siap. Mau diadakan pagi atau malam, indoor atau outdoor, sekedar meeting atau party, fisik harus kuat, mental apalagi.

Secara garis besar, tugas F&B Service di banquet adalah table set up sesuai menu dan acara. Kroco-kroco kek kami yang masih training sih cuman tinggal tunggu suruhan dari senior. Table set up sepertinya simple tapi pada prakteknya gak gitu. Round table yang cantik itu asal mulanya adalah upik abu yang berasal dari ruang penyimpanan banquet yang harus dibawa dengan cara digelindingkan menuju venue. Kalo venue-nya cuman di ballroom gak terlalu masalah, karena dekat. Namun kalo acaranya berlangsung di pantai? Gelindingin deh tuh meja ke pantai. Memang diangkat pake mobil pick up, cuman tetep musti diangkat juga kan ke mobil dan nanti diturunin di sekitar pantai dan lagi-lagi digelindingin di atas pasir menuju venue dimaksud. FYI, round table tersebut mempunyai diameter yang kurang lebih sama dengan rentangan tangan orang dewasa.  

Dinner beach party

Selesai meja ditaruh ditempatnya, lanjut dengan kursinya. Biasanya satu meja diisi dengan 10 kursi tapi tergantung arahan dari Team Leader. Kadang hanya diisi 8 kursi saja atau sesuai kebutuhan. Adakalanya si Event Organizer yang perpanjangan tangan dari si perusahaan juga ikut ambil bagian dalam menentukan arahan set up.

Gala dinner at the beach
Meja kursi selesai, tugas selanjutnya adalah pasang cover table, cover chair lanjut dengan cutlery dan glassware. Terakhir finishing touch dengan pemasangan rangkaian bunga, candle dan napkin. Semuanya disesuaikan dengan tema acara, venue serta makanan dan minuman yang disajikan. Semakin formal dan mewah, maka set up table lebih lengkap dan glamour.

Tidak semua staff atau yang mempunyai assignment di banquet hanya bertugas ketika acara berlangsung. Bila acaranya malam hari, maka yang bertugas pada pagi harinya adalah persiapan table set up sampai selesai. Staff sore harinya bertugas meneruskan kekurangannya plus in charge ketika acara dimulai. Tugas F&B Service selanjutnya adalah clear up yaitu membawa piring, gelas dan cutlery yang sudah dipakai tamu menuju ke station untuk dikumpulkan Steward dan dibawa ke bagian Dishwasher begitu seterusnya sampai acara kelar dan bersih tak berbekas seperti sedia kala.

Jadi mendingan kerja pas sebelum acara berlangsung dong? Jawaban gue : enggak juga. Shift sebelum acara dimulai memang bawa perlengkapan menuju venue sampai di set up menjadi cantik, biasanya pagi dan siang hari di mana matahari sangat terik apalagi kalo acaranya di pantai. Bukan cuman gosong tapi dehidrasi dan bisa pingsan angkat-angkat berat gituan.
Standing party at Taman Bhagawan

Shift ketika acara dimulai hanya melanjutkan kekurangan set up dari shift sebelumnya, clear up ketika acara berlangsung sampai acara selesai yang seringnya over time dan juga beresin set up yang dipakai plus set up barang-barang kitchen. Barang kitchen itu kek serving dish, meja-mejanya plus décor itu juga termasuk. Enaknya, ketika acara selesai, biasanya sisa makanan masih banyak, nah bisa makan deh sepuasnya.   

Kadang-kadang saking acaranya berlangsung semaleman, shift kedua ini gak clear up sampe kelar atau karena hujan dan sebab-sebab lainnya, terus yang beresin lagi shift pagi keesokan harinya. Mau mampus kan shift pagi? Pada akhirnya mah mau shift apa pun, kerja di banquet itu capek fisik, mental dan perasaan. Shift kedua juga walau dapat makan sisa party, kalo lihat over time-nya gak banget. Satu dua jam juga termasuk lumayan, lah training gak dibayar. Mendingan DW kemana-mana, bayarannya 50 ribu. Itu juga termasuk minim tapi mending kan ada upahnya.

Kurang ajarnya DW, udah dibayar, dapet makan sebelum acara dimulai dan makan sisa party malahan suka kabur ketika shift-nya selesai padahal acara masih belum berakhir dengan alasan besok musti sekolah. Belom lagi, shift-nya selalu waktu acara berlangsung. Mana kerjanya gak maksimal, masih lebih rajin yang training. Pernah ada event yang gak pake DW, dan yang support banquet sedikit. Itu juga sama parahnya. Yang training selalu menjadi pihak yang tertindas.

Gala dinner at ballroom

Kalo schedule buat minggu depan udah keluar dan ternyata harus support banquet, itu bisa bikin bad mood dari hari itu sampai hari H-nya. Kalo boleh pilih mendingan gak ikutan tapi semua training yang tersebar di semua outlet, rata-rata kebagian di banquet apalagi cowok, tenaganya sangat diperas eh, dipakai.

Satu setengah bulan berada di banquet itu adalah mimpi buruk yang ada di dunia nyata. Tidak demikian hal-nya dengan temen-temen yang lain yang penempatannya memang di banquet untuk dua bulan terakhir training di hotel. Malahan ada yang secara sengaja selama 6 bulan training di hotel, mintanya di banquet dan dikabulkan.

Beberapa alasan yang menyebabkan banquet menjadi momok dalam hidup gue :

The famous Taman Bhagawan
Hari pertama di banquet, gue exciting karena diadakan di Taman Bhagawan ( Venue finalnya ANTM cycle 20 ) tapi kerjanya ya Tuhan, anak training cuman gue doang, lainnya DW semua, sory-sory deh jek gaul sama DW. Dari clear up-an yang gak abis-abis, belom beberesnya, over time sampe 2 jam dan akhirnya gue kabur naik truk linen biar cepet pulang. Nyampe kost jam 2 pagi. Mau modar.

John Mayer live perform

Banquet berikutnya masih di Taman Bhagawan, dengan tatanan set up long table di mana tamu duduk di kursinya masing-masing dan pelayanannya secara American Service di mana dish berupa appetizer sampai dessert sudah tersaji di piring, diantar secara selang-seling di kiri dan kanan meja secara serempak dilanjutkan ke meja berikutnya sampai semua meja terpenuhi. 

Baru rehearsal, gue udah dapet ancaman, “Matanya lihat gue, abis lu ntar” dari Assistant F&B Director. Menurut dia, gue mustinya jalan ke lorong kiri, bukan ke kanan. Menurut gue sih, gue gak salah, lagi kalo salah juga apa memang harus sampai ngomong gitu? Prakteknya pas acara berlangsung, yang penting semua tamu dapat makanan mau jalan ke lorong kiri kek, ke kanan kek gak peduli. Kacau dan kalau mau type service-nya seperti itu, tenaga service-nya harus lebih banyak. The best part : John Mayer live concert.

Di awal-awal, gak ngerti kenapa gue doang yang support banquet, sisanya DW. Kadang DW gak ada, yang ada cuman senior-senior doang dan gue yang musti beresin sisa-sisa dinner, itu pun seniornya pada kabur. Lah, gue gak mau dong beresin berdua sama salah satu Team Leader. Gue udah kesel banget, mana di pantai. Pantai itu medannya berat. Gue kabur, besok dimarahin ya urusan besok. Bener, besoknya dimarahin, cuek bebek deh. Training kok bener-bener dikerjain, kalo mau fair, kerjain bareng-bareng dong, senior apaan kek gitu? Masa awalnya lengkap, pas selesai pada menghilang. Bukannya kerjaan cepet selesai kalo dikerjain bareng-bareng?


Property

Gue pikir, yang di ping-pong itu kalo kita ada di kantor pemerintahan tapi ini juga terjadi di banquet. Senior A nyuruh gue bantuin Senior B, senior B malah nyuruh gue bantuin Senior C. Kerja enggak, habis waktu buat hal gak penting. Mau tahu kenapa mereka begitu? Mereka gak mau diganggu dan gak mau diawasi karena memang kerjaan lagi gak banyak. Pertanyaannya : kenapa harus support banquet kalo lagi sepi kerjaan?

Salah satu hari terburuk adalah ketika gue harus set up meja dan kursi di grand ballroom, berdua dengan salah satu senior. Bisa bayangin ada berapa meja dan kursi yang harus di set up? Kira-kira orang yang tepat untuk set up grand balroom harus berapa orang?

Ketika acara diadakan di udara terbuka, ada kemungkinan gagal karena faktor cuaca. Antisipasinya adalah double set up di outdoor dan juga indoor. Damn...


Dinner at Peninsula

Seringnya, perbandingan tamu dengan service tidak sesuai, yang ada jadinya bagian service harus kerja ekstra. Itulah yang menyebabkan kerjanya gak kira-kira. Atasan mana mau tahu, yang penting acaranya sukses. Selama acara berlangsung, bagian service itu harus terus jalan ngiterin venue mungutin piring kotor, sama sekali gak boleh diam barang sekejap. Bisa bayangin itu sudah jalan berapa kilometer selama acara berlangsung?

Pernah kejadian, ketika semua sudah beres di set up, Director F&B Service gak suka dan minta diubah. Kami sudah mau muntah dengernya, memangnya gak pake tenaga? Kenapa gak sebelumnya dibicarakan dulu sampai segala sesuatunya final baru dieksekusi? Terkadang, seniornya yang sok inisiatif kerja duluan yang menyebabkan set up harus diganti karena belum fix.

Banquet store

Pernah gotong stage dari besi, itu berat banget dan venue-nya di bar di lantai dua. Mau nangis gak sih? Kurang orang buat gotongnya Besok paginya, disuruh gotong turun karena pas acara hujan gede, gak sempet clear up. Kejer gue. Ya, Tuhan, dosa apa gue...

Bukan karena gak pengen capek loh ya, yang gue garis bawahi kalo lingkungannya mendukung, seniornya mau kerja sama dan proporsi kerja yang seimbang antara tamu dengan bagian service sepertinya bakal lain ceritanya. Tapi kok yang lain asik-asik aja di banquet? Ya, karena 2 bulan terakhir, training yang in charge di banquet banyak banget, pantes pada betah. Ibaratnya kerja capek tapi bareng-bareng sepenanggungan antar sesama training dan ikut Team Leader yang enak diajak kerja sama. Yaiyalah pastinya. Bandingin dengan gue yang training sendirian, DW-nya yang pada kabur dan gue yang harus beresin semuanya. Belom lagi ketemu Apprentice  songong yang bisanya merintah-merintah, sedangkan dia santai cuman kasih instruksi dan jadi bartender.

Set up romantic dinner

Sekedar saran, senior juga gak sepantasnya under estimate para training, apa salahnya sih bekerja sama dan menciptakan suasana yang kondusif selama jam kerja berlangsung? Tanpa training, memang para senior sanggup kerja sendiri?

Sebaiknya, training yang support banquet juga diatur schedule-nya dengan baik, tenaga training kan banyak, mbok ya gentian, ada yang gak pernah support banquet selama training. How lucky...

Selain itu, pihak hotel jangan pelit buat bayar DW dengan kriteria mau ngikut aturan dan mau kerja. Bukan cuman mau duitnya doang.

Barang-barang kitchen, kenapa gak kitchen yang beresin? Masa semuanya bagian service? Bayangin angkat freezer segede gaban? Service sama Product bukannya department yang terpisah? Tugas service harus diperjelas dong!

Xmas for orphan
Beberapa yang cuman support juga pada ngeluhin hal yang sama kok, yah masing-masing orang punya pendapat sendiri dan kebetulan waktu itu gue ada di pihak yang tidak menguntungkan. Kalo dirunut bakalan gak kelar-kelar ceritanya. Ini cuman sebagian kecil pengalaman buruk gue menjadi seorang training banquet section di hotel resort. Kalo gak pernah sakit hati, gak pernah kecapean, gak pernah bête itu bohong namanya. 

Walau begitu, bukan berarti gue gak ngerasain asiknya di banquet. Selain bisa makan makanan hotel, kelebihan lainnya adalah waktu bergulir cepat ketika acara sudah dimulai, tahu-tahu sudah kecapean dan waktunya pulang. Selain belajar set up dan decor, bisa tebar pesona dan ngecengin tamu yang cakep, dan lumayan seneng kalo tamunya puas sampe thank you berkali-kali sama pelayanan gue. Lihat perform artis juga lumayan asik walau jarang banget sih. Sayangnya kalo di banquet, gak dapet tips, kecuali bartender, itu juga gak selalu dapet katanya. 

Yang paling berkesan banget waktu menjamu grup bule yang demen banget minum. Si tamu ini jalan ke arah bar dan minta 2 gelas white wine sama gue. Gue pikir 2 gelas itu buat dia semua, gak tahunya yang satu buat gue. Kami berdua bersulang dan kami minum bareng. Bule emang jagonya party dan tahu light up the night. Dari situ, gue jadi demen white wine. Sebut saja Oddfellow, Working Dog, Artisan, Cape Discovery...mantap, gan...gue lebih suka wine dibanding spirit.

Apalagi ya asiknya di banquet? Itu doang deh, makanan hotel juga kalo makanannya enak, kalo rasanya biasa mah apa atuh kelebihan di banquet?

What do you expect? Cuman training sih banyak gaya. Training itu gak dibayar dan diperes tenaganya semaksimal mungkin. Kenyataan yang menyakitkan demi selembar sertifikat...

Anyway, kelar training, berat badan gue turun 10 kg selama 6 bulan. Gue gak tahu harus bangga apa miris dengan pencapaian ini. Belom luka di sana sini akibat terbentur dan lain sebagainya. 

Apa pun makanannya, minumnya teh botol sosro...Apa pun outletnya, banquet tak terhindarkan...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...