Kalau ada film yang paling sering
gue tonton, udah pasti The Devil Wears Prada. Ditonton puluhan kali, sampe keping
dvd-nya rusak dan beli lagi yang baru sampe hapal line demi line. Hell yeah...
Ceritanya sih simple, seputeran
majalah fashion, about dream job, relationship dan yang paling penting
casting-nya top abis. Meryl Streep selalu bikin gue nonton film-filmnya.
Andrea ( Anne Hathaway ) yang
cerdas tapi gak punya pengetahuan sama sekali tentang fashion, awalnya sulit
untuk beradaptasi sebagai asisten Miranda ( Meryl Streep ) yang menjadi
pimpinan tertinggi dalam suatu majalah fashion “Runway.” Dia pikir ngapain
juga sok-sokan fashion segala toh dia di hire karena kecakapannya.
Sampe akhirnya dia gak sengaja
ngetawain bagian accessories atau apalah karena gak bisa milihin satu diantara
dua belt yang berwarna sama. Miranda langsung ngoceh dong kalo itu bukan
sekedar belt.
Menurutnya, kerja tuh bukan cuman
sekedar kerja tapi hati elo juga harus ada di sana dan dilakukan sepenuh hati.
Kerja di fashion ya harus mau belajar fashion.
Tanpa menunggu lama, Andrea pun
sadar dan ber-transformasi menjadi asisten yang gak cuman bisa handle kerjaan
doang tapi penampilannya pun berubah fashionable. Miranda kagum.
Beberapa kali kata “Million girls
would kill for that job“ dikumandangkan. Secara naluriah, siapa yang gak mau
pake baju-baju perancang terkenal, berhubungan dengan dunia fashion dan
orang-orang terkenal didalamnya, travelling around the world dan berteman
dengan kalangan jet set gara-gara menjadi asisten Editor in Chief majalah
fashion?
Dan benefit lainnya, keluar dari
situ dengan rekomendasi yang baik akan membuka pintu selebar-lebarnya bagi
pekerjaan di bidang jurnalis. Itu keinginan Andrea, makanya dia bekerja sebaik
mungkin demi mendapatkan apa yang dia inginkan.
Pencapaian yang signifikan di
kantor, berbanding terbalik dengan hubungannya dengan teman-teman bahkan
pacarnya. Telpon selalu berdering setiap saat, kerjaan selalu menuntutnya untuk
lembur bahkan pulang larut malam.
Event tahunan Paris Fashion Week
menjadi agenda paling penting setiap tahunnya. Emily ( Emily Blunt ) pun
menyiapkan diri demi event tersebut dari bulan-bulan sebelumnya tapi malang
baginya, Miranda hanya ingin yang terbaik yang menjadi tim-nya. Dan itu bukan
Emily si asisten pertama Miranda melainkan Andrea.
Andrea tentu saja tidak bermaksud
untuk mengambil alih posisi tersebut, terbang ke Paris bersama Miranda dan
meninggalkan Emily. Andrea hanya ingin melaksanakan tugasnya dan Miranda melihat
bahwa Andrea memang pantas untuk posisi tersebut.
Sampai akhirnya ketika di Paris,
Andrea gak tahan dengan perlakuan Miranda yang semena-mena pada Nigel ( Stanley
Tucci ), Miranda berkilah bahwa Andrea pun gak jauh beda dengan dirinya dan
melakukan hal yang sama pada Emily.
Singkat cerita, dia berhenti dari
pekerjaanya itu dan kaget ketika mendapatkan pekerjaan di tempat lain dengan
rekomendasi yang baik padahal dia bekerja kurang dari setahun pada Miranda.
Jutaan orang mungkin antri untuk
posisi asisten Editor in Chief majalah fashion dunia tapi ketika hubungan
dengan orang-orang terdekatnya berada di ambang kehancuran, punya bos yang
workaholic dan selalu ingin perfect sampai mengorbankan siapa pun juga agar
selalu berada di atas, itu bukan gaya Andrea. Dia sudah berusaha maksimal tapi
ada hal-hal prinsip yang gak bisa diganggu gugat.
So, apakah Miranda sejahat itu?
Menurut gue sih enggak. Dia cuma menjalankan tugasnya sebagai tampuk pimpinan, mau
segala sesuatunya perfect dan mau semua staf-nya seperti dirinya mengeluarkan
seluruh kemampuan yang ada sampai batas limit.
Jadi apa Andrea yang gak becus
kerja? Enggak juga. Hidup itu pilihan, bebas menentukan apa pun yang ingin
dicapai sesuai kata hati. Kalau dirasa gak cocok apa salahnya quit from the
job?
Buat gue, film ini berarti
banget. Bukan cuman sekedar mengumbar fashion dan intrik-nya tapi lebih
menggaris bawahi tema pekerjaannya. Bagi sebagian orang, karir tertentu mungkin
dirasa hebat tapi bagi yang menjalaninya belum tentu. Bila sampai menemukan
karir yang tepat pun, belum tentu juga kita bakalan cocok sama bos-nya. Bener
kan?
Ada satu lagi film Jepang yang
dibintangi Masahiro Motoki berjudul Departures ( Okuribito ). Casting, setting
dan ceritanya tentang kehidupan di Jepang. Film ini terbilang premium, selain
ceritanya yang memang bagus, film ini juga menang di kategori Best Foreign
Language Academy Awards.
Profesi sebagai cellist, pemain cello
di suatu orkestra ternyata gak jaminan bakal sukses. Dikarenakan sepi pengunjung
maka si empunya membubarkan orkestra tersebut.
Akhirnya karena gak punya
pekerjaan, Daigo ( Masahiro Motoki ) kembali ke kampung halamannya dan mulai
mencari kerja. Berkat lowongan di suatu koran, Daigo memberanikan diri untuk
melamar langsung ke alamat tersebut.
Setelah sampai di sana, Daigo
masih belum mengerti posisi apa yang di tawarkan perusahaan tersebut sampai si
pemilik usaha memberitahukan bahwa perusahaannya bergerak di bidang funeral di
mana orang yang meninggal dimandikan, dipakaikan baju dan di make up sampai
dimasukan ke dalam peti mati.
Daigo tentu saja kaget, dikiranya
“Departures“ yang dimaksud adalah perusahaan travel agent. Ternyata maksudnya
adalah persiapan keberangkatan bagi yang meninggal menuju alam yang lain.
Siapa pun juga pasti akan shock
dan bingung dengan keadaan demikian, di satu sisi butuh kerjaan tapi di sisi
lainnya kalo bisa cari kerja yang lain lah ya.
Pelan tapi pasti, Daigo merasa
gak ada pilihan dan dia mulai mencoba. Mayat pertamanya adalah orang yang gak
ketahuan meninggal beberapa hari sebelumnya dalam keadaan yang menyengat.
Pengalaman buruk pertamanya tentu
saja bikin down, antara mau dilanjutkan apa enggak. Lama-kelamaan, dia belajar
dan menerima kalo pekerjaan tersebut memang untuknya dan mulai menikmatinya.
Profesi ini bisa dibilang langka
dan gak semua orang mau melakukannya bahkan cemooh gak jarang diterima
Daigo bahkan penolakan dari istrinya sendiri.
Di film ini akan disuguhkan
paling enggak selusin adegan professional tentang detil dari pekerjaan Daigo. Surprisingly,
gue gak bosen. Banyak adegan emosional yang terjadi dengan keluarga yang
ditinggalkan ketika si mayat mulai dipermak sampai menjadi cantik.
Sampai scene terakhir yang
meninggal adalah orang-orang terdekat Daigo sendiri.
Kekuatan film ini tentu saja ada
di ceritanya dan permainan cello Daigo yang menyayat hati. Kalo sampe gak
nangis nonton film ini sih keknya ada yang salah deh sama kelenjar air matanya.
Hahaha...
Well, do you think working in
funeral is your dream job?
Gue bilang sih takdir, dari gak
mau sampe bisa menikmatinya dan ternyata profesi tersebut berguna bagi banyak
orang. Memang gak untuk semua orang, buktinya lebih banyak yang buka bridal
atau wedding organizer dibanding membuka usaha pemakaman. Betul kan?
Di film The Devil Wears Prada, diceritakan
kalo posisi asisten Miranda banyak diburu orang tapi Andrea malahan gak mampu
bertahan sedangkan di film Departures, pekerjaan yang gak banyak orang mau tapi
Daigo malah sanggup melewatinya dengan baik. Bisa lihat perbedaannya?
So, what is your dream job?
Menurut gue, dream job itu adalah
pekerjaan yang kita kuasai dan melakukan yang terbaik di bidang tersebut.
Keberhasilan atau kegagalan itu
banyak faktor pendukung. Mungkin kita udah nyaman di suatu posisi tapi
tiba-tiba lingkungan tidak lagi mendukung atau berantem dengan owner. Bisa jadi
kan?
Gue pernah kerja di bidang Food
& Beverage untuk 6,5 tahun. Gaji gak seberapa tapi cukup. Perusahaan
keluarga yang semua anggota keluarganya baik orang tua, anak dan menantu ikut
serta dalam hal operasional kantor. Anaknya 4 jadi bisa bayangin sendiri kalo
semuanya datang, belom menantunya dan kedua orang tua dari si anak. Udah kek
kapal pecah kalo semua datang ke kantor.
Pertamanya sih cuman menantu
nomor 2 dan anak nomor 1 yang suka ngantor, yang lain cuman kadang-kadang aja
kalo ada event baru deh pada ikut bantuin. Tahun-tahun terakhir, mereka mulai
menghilang digantikan anak nomor 3 dan papanya. Pertamanya sih asik, sepertinya
care dengan perusahaan tapi lama kelamaan bikin sakit kepala. Mereka terlalu
bawel dan curiga. Dan yang gue gak terima tiba-tiba mereka nge check semua bank
dan kas payment yang terjadi tahun-tahun sebelumnya dengan cara diam-diam di
audit oleh karyawan si anak nomor 3 ini. Btw, dia punya usaha dan kantor lain.
Sebagai karyawan gue cuman bisa
terima aja kan? Belum lagi pertanyaan-pertanyaan yang menyiratkan kecurigaan. Gue
udah bosen.
Puncaknya, gue marah-marah sama
mereka. Gue udah gak peduli dan melayangkan surat resign.
Hari senin, si anak nomor 3 ini ngantor
dan langsung panggil gue untuk bicara empat mata. Gue diomelin abis-abisan dan
dia bilang, “Saya gak akan tahan-tahan kamu kok, silahkan kalo mau resign.” Dalam
hati siapa yang mau ditahan? Kalo bisa hari itu juga out, gak pake mikir dah. Pengen
banget rasanya saat itu ngegampar mukanya yang selalu berlebihan kalo pake blush on.
Lalu gue minta maaf dan bilang
sebagai pemilik perusahaan memang sudah sepantasnya melakukan apa yang menjadi
kewajibannya dan gue sebagai karyawan juga melakukan apa yang wajib dilakukan
tapi alangkah bagusnya kalau itu dilakukan dengan cara-cara yang elok. Gak semua
orang bisa terima dengan cara-cara primitif, apalagi kalo orangnya gue yang berdarah panas.
Bayangin, tiap bulan gue bayar
listrik dan telpon sekitar 6 jutaan, nah gue transfer dananya ke rekening gue
dulu baru nanti gue bayar via ATM dengan bukti terlampir. Sisa dana pastinya
gue kembalikan ke petty cash. Mereka curiga. Apalagi posisi kas gue yang selalu
di angka 25 juta. Mereka gak tahu, kalo gue stock uang kecil untuk operasional
dan juga untuk outlet. Mereka ngomongnya di belakang, jarang nanya sama gue,
tahu-tahu denger aja dari orang lain. Sebenernya ini simple, kalo mereka mau
kenapa gak nge-check uang real-nya? Tapi gak pernah.
Setelah kejadian itu, bulan berikutnya gue kasih dia
giro biar bayar sendiri listrik dan telponnya. Lumayan berkurang kerjaan gue.
Mereka gak tahu apa yang gue
lewati hari demi hari. Siang-siang naek mobil pick up untuk ngider ke bank,
kliring dan setoran uang sales dan itu gak cuman 1 bank. Orang laen belum tentu
mau naek mobil bobrok begitu. Gue sih sebodo amat lagian drivernya lebih
menyenangkan dibanding naik Mitsubishi Kuda yang drivernya rese. Belom kalo jalan ke
outlet yang tersebar di seantero Jakarta, panasnya berasa. Pick up cuman pake AC alam bo.
Semua gue lakukan sebaik mungkin.
Semua demi kepentingan perusahaan. Yang mau jahatin dan merugikan perusahaan
aja, gue peduli. Mereka gak tahu itu semua. Apa tahu tapi gak peduli?
Meja atasan dan kami para staf
ada di satu ruangan, jadi sedikit gak nyaman sih apalagi pas dia merayakan
ulang tahunnya. Dia pake baju merah dan membawa satu bungkus mie untuk dirinya
sendiri. Bahkan papa-nya sendiri gak dibeliin apalagi kami para staf-nya yang cuma
beberapa orang. Bukan pengen ditraktir tapi lebih kepada etika ya. Apa salahnya
sih, ini kan hari special, gak datang tiap hari. Kalo sesekali traktir karyawan
mie ayam 20 rebuan gak bakal jatuh miskin dong? Malu sama apartemen dan rumahnya yang ada
di daerah elit. Tapi kalo gak ridho
mending jangan memang, masalahnya tiap hari gue juga beli dan masih mampu beli. Dia
makan aja sendiri, papa-nya ngeliatin dan gue yang jijik. Gue pura-pura aja gak
tahu dan memperlakukan hari itu seperti hari lainnya.
Sepertinya sebagai bos, dia pelit banget tapi pernah kok dia bermurah hati memberikan gue satu paper bag branded berisi baju-baju bekas suaminya dari merk-merk yang sekarang menjadi favorit gue. Bukan gak terima kasih ya tapi itu baju bekas, ukurannya juga di atas gue yang mana gue gak mungkin pake, udah gitu gak terlalu bagus dan ada cacatnya. Diberi ya terima kasih tapi kalo kondisinya seperti itu mending langsung kasih aja ke yayasan atau ada kan mal yang menerima baju bekas biar nanti disumbangin ke yang membutuhkan. Gue bukan terhina tapi gimana ya ngomongnya? Baju baru aja seringkali gak cocok kalo dikasih orang tapi gue prefer dikasih yang baru dengan merk yang gak terlalu terkenal tapi bisa dipake. Sebagian udah gue sumbangin dan ternyata masih nyempil satu di lemari. Gak ngerti kenapa tuh baju masih ada sampe sekarang...hahaha...oya, jangan-jangan dia kasih gue baju bekas emang sengaja buat dikasih ke yayasan? Bisa jadi loh...
Gue pernah dengar cerita dari HRD, kejadiannya si menantu yang dulu ngurusin perusahaan ini ulang tahun, dan semua karyawan kasih surprise dengan membelikannya kue ulang tahun. Gak disangka sambutannya dingin, boro-boro traktiran untuk seluruh karyawan, bahkan kue ulang tahunnya juga gak disentuh dan dibagikan lagi ke karyawan. Sejak saat itu acara ulang tahun atasan menjadi hari yang biasa. Semua kecewa. Gue sih bengong aja denger ceritanya. Miris.
Sepertinya sebagai bos, dia pelit banget tapi pernah kok dia bermurah hati memberikan gue satu paper bag branded berisi baju-baju bekas suaminya dari merk-merk yang sekarang menjadi favorit gue. Bukan gak terima kasih ya tapi itu baju bekas, ukurannya juga di atas gue yang mana gue gak mungkin pake, udah gitu gak terlalu bagus dan ada cacatnya. Diberi ya terima kasih tapi kalo kondisinya seperti itu mending langsung kasih aja ke yayasan atau ada kan mal yang menerima baju bekas biar nanti disumbangin ke yang membutuhkan. Gue bukan terhina tapi gimana ya ngomongnya? Baju baru aja seringkali gak cocok kalo dikasih orang tapi gue prefer dikasih yang baru dengan merk yang gak terlalu terkenal tapi bisa dipake. Sebagian udah gue sumbangin dan ternyata masih nyempil satu di lemari. Gak ngerti kenapa tuh baju masih ada sampe sekarang...hahaha...oya, jangan-jangan dia kasih gue baju bekas emang sengaja buat dikasih ke yayasan? Bisa jadi loh...
Gue pernah dengar cerita dari HRD, kejadiannya si menantu yang dulu ngurusin perusahaan ini ulang tahun, dan semua karyawan kasih surprise dengan membelikannya kue ulang tahun. Gak disangka sambutannya dingin, boro-boro traktiran untuk seluruh karyawan, bahkan kue ulang tahunnya juga gak disentuh dan dibagikan lagi ke karyawan. Sejak saat itu acara ulang tahun atasan menjadi hari yang biasa. Semua kecewa. Gue sih bengong aja denger ceritanya. Miris.
Jangan salah ngerti ya, gak mesti
loh atasan traktir bawahannya, bahkan di peraturan perusahaan juga gak bakalan
tercantum ada kewajiban seperti itu.
Hari terakhir, gue minta maaf
lagi sambil diseling kata,”Tambah sukses ya kedepannya.” Dia cuman nyaut Amin
dan minta maaf balik. Sebulan ke depan gak ada transferan uang jasa yang mampir ke rekening gue. Sampe
akhirnya gue nitip pesen ke yang gantiin gue, baru deh di transfer itu juga
cuman 1x gaji. Enam setengah tahun kerja cuman dihargai 1x gaji. Banyak dari
temen-temen gue yang bilang mustinya bisa lebih. Mungkin dia lebih butuh buat
expand usahanya ya. Amin.
Gue bukan Andrea atau pun Daigo. Ini
cerita gue, pengalaman gue. Dimana gue bekerja tapi pada akhirnya gak
dipercaya dan dicurigai. Mungkin ada yang nanya, kalo emang gak bersalah kenapa takut? Gue gak takut, cuman udah gak nyaman aja. Quit adalah jalan satu-satunya. Mungkin memang
itu jalannya walau terasa pahit. Kalo engga, gue bakalan kerja di situ terus kali tanpa
bisa menikmati dunia. Tanpa mengenal travelling dan beberapa keasikan lainnya. Papa-nya juga kalo gak salah minta maaf dan nanya-nanya nanti kerja di mana dan bla bla bla. Yang udah terjadi ya udah, pasti ada pembelajaran buat gue-nya. Gak jaminan orang yang se-agama pun ternyata bisa melakukan hal-hal yang menurut gue menyakitkan.
So, what is your dream job? Bukan kerja di perusahaan keluarga yang pasti.
So, what is your dream job,
actually? Jadi karyawan terus seumur idup? Manager atau Direktur sekalipun
jatuhnya tetep karyawan. Yang disuruh-suruh, mungkin dengan semena-mena dan
dicurigai.
So, last time I ask you...what is
your dream job? Mungkin udah saatnya punya usaha sendiri walaupun kecil-kecilan.
Menjadi bos dan pemilik dari suatu perusahaan, bukan menjadi karyawan di perusahaan orang.
Bahkan gue pun masih bermimpi
untuk mencoba mewujudkannya suatu hari nanti. Dan gue berjanji sama Tuhan, kalo
sampe terkabul, gue gak mau berkelakuan kek si blush on berlebih atau pun papa-nya
yang selalu curiga setengah mati sama semua karyawannya.
Asal,
Jangan sampe gue buka restoran dan lihat karyawan
gue makan makanan yang dijual di depan mata gue kalo gak mau langsung dipecat. Jiahhh,
gue ternyata lebih kejam daripada mereka. Hahaha...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar