Marlice, temen tour di Hpa An dari Belanda, bilang kalo Golden Rock tuh jauh dari yang diharapkan, cuman begitu doang. Gue langsung diem dong...damn...
Terus David tanya gue, "Besok lu mau ke mana, bro?" Gue jawab, "Golden Rock." sambil cengengesan.
Subjektf banget sih, tiap orang punya pendapat yang berbeda-beda. Point of view masing-masing gak bakal sama. Itinerary gue gak berubah, maju terus pantang mundur.
Kim, pemilik Galaxy Motel menawarkan untuk sewa mobil untuk ke Golden Rock dengan harga 8.000 Kyat. Tanpa banyak mikir langsung iya aja, daripada kelamaan naik bis, itinerary bisa kacau.
Jam 06.00 AM gue udah jalan dan 2,5 jam kemudian sampailah gue di Kinpun. Langsung beli tiket bis ke Yangon untuk jam 13.30 PM. Gue Hitung-hitung, waktunya lebih dari cukup untuk explore Golden Rock dan tiba tepat waktu di Yangon. Semoga.
Terminal ini adalah khusus truck yang akan membawa kami menuju ke Golden Rock. Tinggal naik saja ke truck yang mulai terisi penumpang.
Satu truck isinya 7 baris kursi yang masing-masing muat 6 orang, di paling belakang bisa diisi bagasi ataupun orang yang berdiri, belum lagi yang ikutan di bawah dan yang di depan sebelah driver bisa isi 3-4 orang. Tarifnya 1 orang = 2.000 Kyat. Satu rit kurang lebih satu jam bisa dapet 1 jutaan. Kalau dikali 8 jam kerja lalu dikali lagi 30 hari, berapa tuh? Usaha yang menjanjikan ya.
Yang menyebalkan, truck tidak akan jalan kalau belum penuh. Setelah hampir 30 menit menunggu barulah truck akan jalan. Tanda-tanda truck mau berangkat yaitu para penumpang dimintain ongkosnya.
Sebenarnya waktu tempuh menuju ke puncak adalah 30 menit, tetapi karena jalannya curam dan tidak bisa dipakai 2 arah, maka truck harus bergantian naik atau turun.
Sepanjang jalan, pemandangan tidak terlalu bagus. Yang menyenangkan tentu saja karena bersama-sama dengan orang lokal. Kala itu, yang turis cuman gue dan 2 orang bule dari Eropa.
Sepenglihatan gue, mereka sedang membangun cable car, transportasi yang lebih nyaman tentunya dibanding truck untuk menuju ke puncak.
Satu yang harus diingat, bila ingin memasuki pagoda selama di Myanmar, aturannya adalah melepas alas kaki, bahkan kaus kaki pun tidak diperbolehkan.
Baru-baru ini, gue baru lihat foot pads yang di share teman pengguna sosmed. Gue rasa cukup membantu dimana, kaki akan terlindungi dari panasnya lantai yang kita pijak dan bahaya dari kaki yang tidak memakai alas kaki.
Sepanjang jalan menuju gerbang masuk Golden Rock, banyak penjaja yang berjualan penganan dan cinderamata yang menyebabkan tempat ini agak kumuh.
Bahkan di area dalam, penjaja makanan tidak berkurang.
Setelah membayar tiket masuk seharga 6.000 Kyat dan diberi air kemasan yang sudah terbuka, ( langsung gue buang setelah nemu tempat sampah ) eksplorasi berlanjut.
Misteri banget sampe sekarang tuh air sebenernya buat apaan...
Misteri banget sampe sekarang tuh air sebenernya buat apaan...
Selain tempat untuk sembahyang, tempat ini juga membuka tempat praktek buat yang sedang sakit.
Dari kejauhan sudah terlihat cahaya keemasannya, kaki ini semakin mempercepat langkahnya.
Dari kejauhan sudah terlihat cahaya keemasannya, kaki ini semakin mempercepat langkahnya.
Bagi yang malas untuk berjalan, disediakan tandu untuk membawa sampai ke puncak, tentunya dengan membayar ekstra.
Tandu dibawa oleh 4 orang dari ke-4 sisinya.
Penginapan banyak tersedia tapi setelah semuanya bisa dieksplorasi selama kurang lebih satu jam, gue sarankan gak perlu sampai menginap di sini. Selain rate-nya mahal, ketika malam tiba juga gak ada yang bisa dilakukan di tempat ini. Sebaiknya memang dikunjungi tanpa perlu menginap.
Pemandangan dari puncak pun terbilang biasa, gak ada yang terlalu "Wah." Jadi kalau kalian mengharap lebih, rasanya memang akan kecewa.
Golden Rock-nya sendiri menurut gue terlihat megah, berkat orang-orang yang memujanya, meminta berkat, kesembuhan dan keberuntungan. Tingkat kemiringan batunya masih terbilang wajar, dan gak ada yang terlalu spekta sebenarnya.
Mengelilingi tempat ini cukup meguras energi dengan backpack berkapasitas 60 L yang menempel di punggung plus sengatan matahari pas ditengah hari.
Perut yang tidak terisi dari pagi, meraung-raung meminta jatah. Mampirlah gue ke tempat makan yang ternyata menjual Mohinga. Cukup berbeda dari Mohinga yang dimakan dalam perjalanan dari Yangon menuju ke Hpa An, yang ini lebih kental dan ada kriuk-kriuknya. Lebih suka yang dulu.
Tidak pernah sekalipun menyesali perjalanan menuju ke Golden Rock. Gue enjoy menjalaninya tanpa keluh kesah. Umpel-umpelan satu truck dengan orang lokal adalah the best part-nya, dimana truck akan berbelok tajam ke kiri dan ke kanan dengan semliwir angin dingin yang menerpa muka.
Nikmati perjalanannya dan bukan tujuan akhirnya, itu yang gue pelajari diperjalanan kali ini, bahkan ketika menjelajah daerah lain di Myanmar.
Golden Rock, checked. Next, Inle lake.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar