Gue tahu tempat ini dari majalah traveling. Apalagi setelah majalah tersebut berkali-kali memuat artikel bagus tentang tempat ini dan sukses mencuci otak gue yang bener-bener cinta banget sama pantai.
Tempatnya gak terlalu jauh dari Jakarta, budgetnya murah dan gak perlu pakai cuti. Cuman lagi mikir kapan ya waktu yang tepat untuk datang ke sana. Soalnya lagi musim hujan juga, kalo ke pantai dan cuman hujan mulu mau nikmatin apaan? Lihat-lihat kalender, tahun ini hari ulang tahun gue jatuh di hari minggu, kalau pergi hari sabtu dan pulang minggunya masih bisa.
Akhirnya gue putuskan untuk merayakan hari ulang tahun di pulau...yeah Pulau Tidung di Kep. Seribu. Gak ada deh ulang tahun cuman merenung, bukan gue banget...
Jam 7 pagi, kami berdua sudah berangkat menuju pelabuhan Muara Angke. Dari grogol naik saja B01 angkot warna merah menuju Angke. Setibanya di sana, untuk masuk ke pelabuhan kalau mau jalan bisa, mau naik becak juga boleh. Dan kami lebih memilih naek becak daripada becek-becekan gak jelas.
Namanya pelabuhan, pasti bau amis... ikan -ikan pada berbaris manis nungguin dibeli. Sampai sana sudah rame banget, kapal-kapal sesuai jurusan sudah berjajar menunggu penumpang yang mau ke P. Pramuka ataupun ke P. Tidung.
Sekitar jam 8, kapal mulai berangkat. Kapal yang kami naiki ini gak semuanya orang, ada bahan-bahan sembako sampai semen bangunan dan motor juga ada. Sepertinya penduduk lokal yang membawa barang-barang tersebut. Tarif perorangnya adalah sebesar Rp 33.000,- Sambil menikmati laut, membaca menjadi pilihan yang menarik sambil menunggu 3 jam jauhnya perjalanan.
Semakin menjauhi P. Jawa, laut semakin membiru dan menarik untuk dipandang. Apalagi setelah melihat dari kejauhan jembatan cinta yang artinya kami sudah sampai ke P. Tidung.
Sesampainya di sana, penumpang sudah berpencar menuju losmen/ rumah penduduk yang telah dibooking sebelumnya. Kebetulan kami belum booking dan memang memutuskan untuk langsung mencari setibanya di sini. Dan ternyata gak terlalu susah kok, apalagi penduduk lokalnya ramah dan siap untuk mencarikan tempat sesuai harga yang dikehendaki.
Kami diantar ke suatu losmen, lupa namanya. Satu kamar dibandrol Rp. 250.000,-/ malam. Ya sudahlah, sebenarnya harga ini masih terlalu mahal sih karena teman saya yang beberapa saat kemudian kesana, dia menginap di rumah penduduk dengan harga Rp 100.000,-/ malam dan dapat breakfast. Tidakkk...
Kami diantar ke suatu losmen, lupa namanya. Satu kamar dibandrol Rp. 250.000,-/ malam. Ya sudahlah, sebenarnya harga ini masih terlalu mahal sih karena teman saya yang beberapa saat kemudian kesana, dia menginap di rumah penduduk dengan harga Rp 100.000,-/ malam dan dapat breakfast. Tidakkk...
Yang empunya losmen langsung menawarkan sepeda untuk berkeliling pulau seharga Rp. 15.000,-/ hari. Pastinya kami tidak menolak, walaupun kondisi sepedanya sudah karatan, stang sepedanya rada miring dan setelah dipakai seharian bikin bokong sakit.
Cuaca saat itu sangat mendukung, matahari bersinar cerah dan kami sudah gak sabar lagi untuk menikmati P. Tidung. Dengan memakai singlet dan celana pendek, kami bersepeda menyusuri P. Tidung Besar. Mayoritas penduduk tinggal di pulau ini dibanding di P. Tidung Kecil.
Sarana publik seperti Sekolah dan Puskesmas juga tersedia. Menyusuri pulau sambil bersepeda adalah kenangan terindah yang gak akan gue lupakan selama di sini.
Gue suka foto ini,so green & peaceful.
Sejauh mata memandang yang terlihat hanya laut yang tenang & nyiur hijau di sepanjang pantai. Kami sangat menikmati setiap moment yang ada. Jarang kami punya kesempatan langka seperti ini, gak terlalu jauh dari kota tapi bisa nikmatin alam yang indah...
Di ujung P. Tidung Besar ada jembatan yang menghubungkan ke P. Tidung Kecil. Namanya jembatan cinta. Memang pas nama dan julukannya itu, karena siapapun juga akan jatuh cinta dengan tempat ini.
Objek foto dari sudut manapun pasti terlihat menarik. Awan yang berarak, beningnya air laut, terumbu karang yang terpelihara sampai ikan yang berwarna-warni menjadi pemandangan yang menggetarkan hati.
Cuman di jembatan ini kita harus memakai alas kaki kalau enggak mau kayu dari jembatan tersebut nancep ke telapak kaki kita, seperti yang saya alami. Sakitnya ampun-ampunan, untung punya temen ahli bedah dalam sekejap serpihan kayu itu langsung keluar dari kaki gue. Fiuh...
Untuk ke P. Tidung Kecil sebenarnya ada papan larangan untuk membawa sepeda. Namun karena gak ada orang yang melarang ya lanjut saja. Gak bisa dibayangin kalau sampai jalan kaki...
Jalanan di P. Tidung Kecil lebih rapi, karena sudah memakai paving block tapi penduduknya gak lebih dari 5 rumah dan lebih banyak semak belukar. Ketika akhirnya keluar dari gerombolan semak belukar tersebut, woahhhhhh...pemandangan yang sesungguhnya menanti sungguh tak terganti.
Memang banyak sampah yang terbawa dari seberang dan mendarat di sekitar pantai. Jadi jangan bayangkan ke P. Tidung Kecil itu bisa menikmati pasir pantainya karena garis pantainya gak terlalu panjang.
Lebih ke menikmati pulaunya & meresapi pemandangannya. Di sini sepi, syahdu dan memukau. Cocok untuk yang lagi kasmaran...Oya, di sini ada pohon yg berbentuk kuda laut... keren banget.
Ketika hari menjelang sore, tiba-tiba cuaca menjadi tidak bersahabat, langit mendung, guntur menggelegar dan anginnya kenceng banget. Gue gak bisa bayangin untuk pengunjung yang nginep di pinggir pantai hanya memakai tenda dengan angin kencang seperti ini, yang ada malah gak bisa tidur semalaman.
Kehujanan di tempat terbuka tentunya lebih beresiko, tapi sekencang sepeda yang kami naiki, tetap hujan yang menjadi juaranya. Untunglah kami sudah sampai di P. Tidung Besar kembali. Lumayan bisa meneduh di depan sekolahan. Ah sayang sebenarnya, gak ada sunset yang bisa kami nikmatin jadinya.
Kegiatan lain selain bersepeda tentunya bisa snorkeling, apalagi kalau beramai-ramai tentunya bisa lebih murah untuk sewa perahunya.
Di malam hari tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan jadi hanya bengong di losmen dan menonton tv sampai tengah malam. Warung makan tersedia tetapi rasanya yah gak bisa diharapkan juga. Kalau membawa peralatan masak sendiri tentunya lebih enak. Apalagi kamar yang saya tempati ini gak cuman hanya kamar untuk tidur saja tetapi dilengkapi dengan ruang tamu, dapur serta kamar mandi.
Keesokan harinya jam 8 pagi, kami harus sudah siap kembali di pelabuhan untuk kembali ke Muara Angke. Waktu untuk explore sebenarnya menjadi lebih singkat, habis mau bagaimana lagi. Memang rutenya seperti itu tetapi ketika teman saya terakhir ke sini, jam kepulangan berubah menjadi jam 2 siang. Wah lumayan banget ya.
Kalau kalian ada sedikit waktu luang, budget minim dan hari libur terbatas, gak ada salahnya menikmati Pulau Tidung di gugusan Kep. Seribu ini. Memang jauh berbeda kalau mau dibandingkan dengan kemewahan yang ditawarkan seperti di 3 Gili yang ada di Lombok contohnya. Tapi kesederhanaan yang menakjubkan juga gak kalah menarik untuk dinikmati kok. Happy traveling...
And last but not least...happy birthday to me...
miss u so much......
BalasHapus