Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Oktober 18, 2014

postcards from buddha luoyang


Jalan-jalan ke Tiongkok tahun kemaren, masih menyisakan satu cerita yang belom sempet diposting. Bukan gak sempet sih sebenernya tapi lebih ke males. Karena di objek yang satu ini, gue masih nyesel sampe sekarang, mungkin seumur idup.


Setelah naik bullet train dari Beijing ke Zheng Zhou lalu singgah di kuil Shaolin di kota Dengfeng, kami masih melanjutkan perjalanan ke kota Luoyang pake bis.


Gue emang sangat exciting untuk bisa lihat Longmen Grottoes di Propinsi Henan yang masuk jadi salah satu daftar warisan dunia Unesco itu. Nyebelinnya, nyampe objek wisatanya udah jam 10 malem. Udah capek bingit udah gak konsen juga sih.


Nyampe loket jual tiket udah sepi dan pengunjungnya cuman rombongan kita doang.

Untungnya pemandangan sekitarnya masih asik untuk dinikmati. Manshui Bridge yang terang benderang berdiri kokoh di atas Sungai Yi sangat menawan. Walaupun warna air sungainya udah gak kelihatan lagi tapi jembatannya keren banget.


Dari loket masuk sampe gate objek wisatanya itu lumayan jauh. Katanya kalo masih jam operasional ada mobil yang anter sampai depan gate. Ini udah ampir tengah malem, jadi yah mau gak mau jalan kaki. Ada kali setengah jam jalan cepet. Gue udah gak perhatiin lagi oma-oma yang laen masih kuat apa enggak. Kita yang masih muda aja berasa capek banget gak nyampe-nyampe. Karena mikirnya lagi liburan dan besok gak kerja ya okelah...

Memang kalo mau wisata ke Tiongkok harus siap sedia fisik yang kuat, karena kebanyakan jalan kaki. So, jangan lupa pake sepatu yang nyaman ya.

Yang disebut dengan Longmen Grottoes itu adalah bukit batu kapur yang diukir menjadi patung-patung Buddha yang diakui mempunyai daya seni yang tinggi. Diklaim mempunyai 100.000 patung di dalam 1.400 gua yang berukuran 25 mm sampai dengan 17 M. Sekarang ini hanya ada 5 groto utama saja yang masih bisa dinikmati.

Grotto pertama

Grotto pertama hanya terdapat sebuah goa berukuran besar berisi Buddha sebagai center of the attention dan dalam kondisi sedang direstorasi tapi masih terlihat cantik dan terawat.

Grotto ke-2 secara landscape

Grotto ke-2 mempunyai landscape yang lebih luas dan mempunyai ciri khas berupa goa-goa kecil yang menyebar di atas goa-goa yang besar. Buddha image-nya pun lebih beragam dan dalam ukuran yang lebih ramping.

Grotto ke-2

Setiap kita menuju satu grotto, kita harus menaiki tangga kayu karena posisi semua grotto utama yang berjumlah 5 ini berada di atas, kurang lebih 10 M dari permukaan tanah.

Grotto ke-3

Menurut gue, grotto ke-3 lebih indah dari grotto-grotto sebelumnya karena berwujud 3 Buddha tanpa dibatasi goa-goa kecil.

Setiap grotto mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri dengan tahun pembuatan yang berbeda dan Buddha image yang berbeda pula secara fisik serta mempunyai nama grotto yang berbeda pula. Kalau dengar cerita sejarahnya dari mulut si guide sih seru tapi sambil ngantuk-ngantuk juga. Intinya mah sama aja, pokoknya bagus lah ya.

Mendekati grotto-grotto terakhir, rombongan mulai berkurang. Capek menjadi list teratas pastinya. Bahkan temen-temen gue menyudahi sampai grotto ke-3 aja dan duduk-duduk sambil ngobrol.

Grotto ke-4

Gue lanjut ke grotto ke-4 beserta rombongan yang tersisa. Grotto ini cuman punya sebuah goa berukuran besar tapi dengan Buddha yang lebih detail dan lebih cantik. Karena pembahasan di grotto ini lebih panjang dari sebelumnya, gue jadi males dan balik ke grotto ke-3 aja buat selfie. Begonya gue.

Foto-foto selfie-nya sih dapet, asik kan gak ada orang tapi bisa bebas berekspresi tapi ternyata gue melewatkan satu grotto yaitu grotto ke-5 yang lebih menakjubkan dari semua grotto yang ada. Yah, gue melewatkan kesempatan emas untuk melihat Buddha berukuran 17 M yang tentunya lebih dramatis.

Keselnya setengah mati karena gak mungkin bisa balik lagi dan belom tentu gue bakal pergi ke sini lagi di tahun-tahun mendatang kan? Hiks...kenapa gue gak ngeh ada grotto terakhir ya...padahal sebelom berangkat udah sempet googling dan terkagum-kagum tapi malahan gak notice sama main grotto-nya itu...

Yah, apa boleh buat. Memang gak semua rombongan lihat semua grotto, malahan ada yang cuman sampe grotto pertama doang dan balik lagi ke parkiran mobil. Bahkan guide-nya yang asli Tiongkok aja baru pertama kali lihat objek ini loh. Sedangkan gue….kenapa gue melewatkan yang satu itu?

Nyesek rasanya...apalagi cuman gara-gara selfie...bener-bener pelajaran berharga sih. Semoga travelling berikutnya gue bisa lebih bijak gak sebodoh ini.

Me @ grotto ke-3
Anyway, gue suka objek wisata ini tapi lebih baik dikunjungi selagi cakrawala masih terang. Tiongkok memang gak ada matinya. Selain alamnya yang indah dan kaya akan kebudayaan, gue bangga menjadi salah satu keturunannya yang bermata sipit. Hihihi…

And by the way, kalo mau lihat grotto ke-5, googling aja yah bro...gue gak punya gambarnya...hiks...

Oktober 10, 2014

sore yang romantis di chocolate ville




Awalnya gak punya ekspektasi apa-apa ketika diajak teman ke Chocolate Ville di Bangkok, Thailand. Kebetulan lagi ikutan itinerary temen gue yang tema-nya Free & Easy yang cuman makan dan shopping. Boleh juga lah.


Waktu itu kami naek taxi dari CDC sekitar setengah jem-an. Ongkos taxi-nya 250 B dibagi 4 orang. Lumayan murah lah. Tiba-tiba di tengah perjalanan, taxi drivernya bilang kalo Chocolate Ville mah biasa aja. Wtf?


Pas nyampe, gue melongo.

Bagus banget tempatnya, open air, luas, keren, banyak spot menarik untuk foto-foto dan menyenangkan. Buat lokasi prewed juga ok. Sore itu terasa indah.


Bikin tempat semenarik itu sepertinya emang niat. Dan itu memang jadi salah satu magnetnya. Walaupun jauh dari pusat kota, tapi pengunjung rela membeli suasananya.


Puas foto-foto, kami mulai cari meja untuk dinner. Menunya Internasional dan gak terlalu mahal harganya. Satu meja bisa diisi 4 orang, dan di sana ada sekitar 500 an meja lebih.


Walaupun namanya Chocolate Ville, menu-nya sih jauh dari apapun yang serba pake coklat. Dan itu bikin gue surprised.


Menu makan malam kami adalah chicken fruit salad, cream soup, mushroom pizza, gordon bleu dan ice cappucinno. Beberapa menu makannya share dan ada yang gue makan sendiri. Not bad loh rasanya.


Kendala makan di sini cuman waiter/s nya gak semua bisa Bahasa Inggris. Dan struk makan kami tertera dalam Bahasa Thailand, sampe harus diterjemahin satu persatu apa aja yang tertulis di struk. Yah, ini penting, jangan sampai kita bayar yang gak musti kita bayar dong. Gue sih cuman liat harga makanan yang gue makan ada di situ gak sambil dengerin si waitres jelasin satu-satu apa yang kita makan.


Kalo dari depan jalan, interior Chocolate Ville ini cukup eye catching untuk menarik pengunjung, bahkan di setiap sudutnya termasuk toiletnya. Rasa dingin langsung menyeruak ketika masuk kedalamnya, keringet langsung ilang dan tercium wangi aroma theraphy lemongrass. Damn, I love that scent. Kalo gak inget ini toilet sepertinya betah berlama-lama.


Malam semakin larut, udah mestinya angkat kaki. Perut udah kenyang, kebersamaan udah terekam kamera, mau apalagi?


Chocolate Ville, salah satu resto favorit gue yang ada di Thailand. Kalo gak percaya cobain aja…


September 16, 2014

someday i'll be back to wat arun


Liburan ke Thailand beberapa bulan yang lalu adalah traveling gue yang terakhir di tahun ini tapi rasanya kaya baru terjadi kemaren. Keindahannya masih terpatri di sanubari.


Setelah dari Grand Palace dan Wat Pho, objek terdekat yang pastinya juga wajib untuk disatronin adalah Wat Arun. Wat Arun sangat terkenal dan asik dilihat pada waktu sore hari walaupun sebetulnya lebih pas dilihat pada saat matahari terbit. Makanya perhentian terakhir gue untuk hari itu adalah Temple of the Dawn, nama lain dari Wat Arun.


Dari Wat Pho, cuman jalan kaki sedikit menuju penyeberangan perahu yang berada tepat di seberang Wat Arun. Kalo gak salah fee untuk nyebrang sungainya cuman 3 B. Tapi gue di charge 8 B. Soalnya pas balik, gue cuman bayar 3 B. Entah tantenya salah kembalian atau gimana.


Nyampe seberang, kalo semisal gak mau masuk area kuil, masih bisa menikmati dari luarnya dan gak perlu bayar tiket masuk. Banyak traveler yang cuman nikmatin dari luarnya aja, menurut gue sih sayang aja lah ya udah di situ kenapa juga mesti gak masuk. Tiketnya cuman 50 B doang kok.


Saat itu hari menunjukan pukul 3 sore waktu Bangkok. Masih berasa panasnya seharian di luar disengat matahari Thailand. Daripada ngubek-ngubek kuil jam segitu, mending duduk-duduk di bawah pohon deket patung-patung Budha untuk sembahyang. Adem. Ngantuk.

Dua jam kemudian eksplorasi dimulai.


Tempatnya sendiri emang strategis selain memang indah. Candi Budha ini terdiri dari 1 Candi utama dengan 4 prang di masing-masing sisinya dan 7 trisula ditiap puncaknya. Candi-candinya bukan seperti yang ada di Indonesia. Kalau di Indonesia, candi-candinya berupa relief yang mempunyai cerita. Di Wat Arun, candinya sangat khas Thailand dengan potongan-potongan porselen aneka warna yang disusun menjadi suatu bentuk yang bermakna dan ornament yang menarik. Selaen itu, tempat ini menjadi kuburan bagi abu King Rama II.


Kompleksnya sendiri lumayan bersih, hanya bangunannya sudah lapuk dimakan usia, maklum saja usianya hampir 200 taun. Tapi itulah bagusnya, kuno dan sarat akan sejarah.


Selesai berkeliling di pelatarannya, gue mulai naik menuju lantai 1. Lebih dekat dengan bangunan, gue lebih menyukainya lagi. Secara keseluruhan, bangunan ini memang layak untuk dinikmati.


Dengan sedikit mendaki tangga yang curam akhirnya gue naik menuju lantai 2. Pengunjung hanya bisa sampai di sini saja dan tidak bisa sampai ke puncaknya. Walaupun demikian, pemandangan yang terlihat lumayan menenangkan. Kita bisa melihat kompleks Grand Palace dari Wat Arun, beberapa kapal muatan yang melintasi Sungai Chao Phraya dan senja yang walau bukanlah yang terindah, entahlah, gue merasa bahagia aja. Walaupun libet bawa-bawa tripod dan kamera yang berat, gue merasa acara backpacking gue kali itu lumayan sukses.


Masih di lantai 2, ada kain berwarna emas yang diselubungi sepanjang dinding bangunan yang boleh ditulis apapun oleh para pengunjung. Gue rasa itu menjadi bagian yang terbaik dari Wat Arun karena semua orang bisa berekspresi pada tempat yang benar. Kain emas itu menjadi saksi kalo gue pernah ke sana.


Sekitar jam 6 sore, petugas mulai teriak-teriak kalau kompleks Wat Arun akan segera ditutup. Wah, cepatnya waktu berlalu. Walaupun demikian, gue menikmati quality time di Wat Arun.


Siapa nyana kalo seseorang yang gue lagi gila-gilain ternyata pernah ke Wat Arun juga dan foto di depan Buddha-nya. Yah, gue malahan gak foto di situ padahal waktu itu sempet pengen cuman kayaknya bosen. Sekarang nyesel deh. Apa ntar pergi bareng aja ya? Hahay tar ada yang cemburu.


*its for you, MJ.

September 08, 2014

nonton ogoh-ogoh di lombok















Nonton ogoh-ogoh sehari sebelom hari raya Nyepi menjadi calender events yang emang gue tunggu-tunggu. Walaupun cuman nontonnya di Lombok, yah its okelah. 

Bedanya, kalo ogoh-ogoh di Lombok, wujudnya lebih kecil dibanding yang ada di Bali. Walaupun demikian, namanya masih tetep ogoh-ogoh. *Apa sih?

Dan pas Nyepi-nya kalo di Lombok kita masih bisa berwisata karena kebanyakan mayoritas penduduknya beragama Islam. Kalo di Bali, pas Nyepi udah gak bisa ngapa-ngapain deh.

Parade ogoh-ogoh ini dihelat di pusat kota. Semua warga bisa nonton gratisan. Gue pun ikut berdiri diantara kerumunan orang-orang, bawa kamera sambil pegangin payung karena ujan mulai turun.

Ogoh-ogoh sedianya adalah karya seni berupa patung yang dibuat dari bahan kertas, mempunyai bentuk menyerupai raksasa ataupun berwujud mahluk-mahluk gaib dan diarak sehari sebelom hari raya Nyepi. Proses ini melambangkan umat manusia yang insyaf dari segala sesuatu yang jahat yang berasal dari dirinya sendiri ataupun yang berasal dari lingkungan maupun dari alam semesta. 

Sebagai hari yang penting bagi umat Hindu, anak-anak muda ikut berpartisipasi dalam parade ogoh-ogoh ini. Yang menjadi perhatian gue tuh teenagers yang rambutnya di cat blonde. Kalo cuman 1 orang kayaknya biasa, tapi ini lumayan banyak loh. Apakah ini diartikan sebagai hari untuk berpesta atau berapresiasi sebelum hari Nyepi tiba? 

Kalo liat di tv malahan sekarang karakternya bukan cuman mahluk-mahluk gaib, tapi tokoh-tokoh politik. Seru sih....ya anggep aja itu emang sesuatu yang tidak baik dan harus dibuang jauh-jauh dari sifat dan tabiat seorang manusia.

Yang bikin kesel, gue tuh pengen difoto diantara crowd, tapi driver rentalnya gak bisa pake kamera SLR gue. Gue udah curiga tapi gak mungkin juga pasang tripod karena rame banget. Setelah gue jutekin drivernya akhirnya emang ada sih foto gue dengan latar ogoh-ogoh di depan rumahnya orang. Tapi kan gue maunya didepan crowd. Huh man....laen kali kalo cari driver rental harus mahir pake kamera SLR deh. Hahaha....*Teteup kesel
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...