Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Desember 26, 2010

ku kan terbang...











KU 'KAN TERBANG TINGGI DI AWAN
BERSAMA-MU DALAM KEMULIAAN
S'BAB FIRMAN-MU TEGUH MENOPANG
KU 'KAN AMAN DALAM-MU TUHAN

September 16, 2010

islands getaway : pulau tidung


Gue tahu tempat ini dari majalah traveling. Apalagi setelah majalah tersebut berkali-kali memuat artikel bagus tentang tempat ini dan sukses mencuci otak gue yang bener-bener cinta banget sama pantai. 


Tempatnya gak terlalu jauh dari Jakarta, budgetnya murah dan gak perlu pakai cuti. Cuman lagi mikir kapan ya waktu yang tepat untuk datang ke sana. Soalnya lagi musim hujan juga, kalo ke pantai dan cuman hujan mulu mau nikmatin apaan? Lihat-lihat kalender, tahun ini hari ulang tahun gue jatuh di hari minggu, kalau pergi hari sabtu dan pulang minggunya masih bisa. 


Akhirnya gue putuskan untuk merayakan hari ulang tahun di pulau...yeah Pulau Tidung di Kep. Seribu. Gak ada deh ulang tahun cuman merenung, bukan gue banget...

Jam 7 pagi, kami berdua sudah berangkat menuju pelabuhan Muara Angke. Dari grogol naik saja B01 angkot warna merah menuju Angke. Setibanya di sana, untuk masuk ke pelabuhan kalau mau jalan bisa, mau naik becak juga boleh. Dan kami lebih memilih naek becak daripada becek-becekan gak jelas.


Namanya pelabuhan, pasti bau amis... ikan -ikan pada berbaris manis nungguin dibeli. Sampai sana sudah rame banget, kapal-kapal sesuai jurusan sudah berjajar menunggu penumpang yang mau ke P. Pramuka ataupun ke P. Tidung.


Sekitar jam 8, kapal mulai berangkat. Kapal yang kami naiki ini gak semuanya orang, ada bahan-bahan sembako sampai semen bangunan dan motor juga ada. Sepertinya penduduk lokal yang membawa barang-barang tersebut. Tarif perorangnya adalah sebesar Rp 33.000,- Sambil menikmati laut, membaca menjadi pilihan yang menarik sambil menunggu 3 jam jauhnya perjalanan.

Semakin menjauhi P. Jawa, laut semakin membiru dan menarik untuk dipandang. Apalagi setelah melihat dari kejauhan jembatan cinta yang artinya kami sudah sampai ke P. Tidung. 


Sesampainya di sana, penumpang sudah berpencar menuju losmen/ rumah penduduk yang telah dibooking sebelumnya. Kebetulan kami belum booking dan memang memutuskan untuk langsung mencari setibanya di sini. Dan ternyata gak terlalu susah kok, apalagi penduduk lokalnya ramah dan siap untuk mencarikan tempat sesuai harga yang dikehendaki.

Kami diantar ke suatu losmen, lupa namanya. Satu kamar dibandrol Rp. 250.000,-/ malam. Ya sudahlah, sebenarnya harga ini masih terlalu mahal sih karena teman saya yang beberapa saat kemudian kesana, dia menginap di rumah penduduk dengan harga Rp 100.000,-/ malam dan dapat breakfast. Tidakkk...


Yang empunya losmen langsung menawarkan sepeda untuk berkeliling pulau seharga Rp. 15.000,-/ hari. Pastinya kami tidak menolak, walaupun kondisi sepedanya sudah karatan, stang sepedanya rada miring dan setelah dipakai seharian bikin bokong sakit.

Cuaca saat itu sangat mendukung, matahari bersinar cerah dan kami sudah gak sabar lagi untuk menikmati P. Tidung. Dengan memakai singlet dan celana pendek, kami bersepeda menyusuri P. Tidung Besar. Mayoritas penduduk tinggal di pulau ini dibanding di P. Tidung Kecil.

Sarana publik seperti Sekolah dan Puskesmas juga tersedia. Menyusuri pulau sambil bersepeda adalah kenangan terindah yang gak akan gue lupakan selama di sini.


Gue suka foto ini,so green & peaceful.

Sejauh mata memandang yang terlihat hanya laut yang tenang & nyiur hijau di sepanjang pantai. Kami sangat menikmati setiap moment yang ada. Jarang kami punya kesempatan langka seperti ini, gak terlalu jauh dari kota tapi bisa nikmatin alam yang indah...


Di ujung P. Tidung Besar ada jembatan yang menghubungkan ke P. Tidung Kecil. Namanya jembatan cinta. Memang pas nama dan julukannya itu, karena siapapun juga akan jatuh cinta dengan tempat ini.

Objek foto dari sudut manapun pasti terlihat menarik. Awan yang berarak, beningnya air laut, terumbu karang yang terpelihara sampai ikan yang berwarna-warni menjadi pemandangan yang menggetarkan hati.


Cuman di jembatan ini kita harus memakai alas kaki kalau enggak mau kayu dari jembatan tersebut nancep ke telapak kaki kita, seperti yang saya alami. Sakitnya ampun-ampunan, untung punya temen ahli bedah dalam sekejap serpihan kayu itu langsung keluar dari kaki gue. Fiuh...

Untuk ke P. Tidung Kecil sebenarnya ada papan larangan untuk membawa sepeda. Namun karena gak ada orang yang melarang ya lanjut saja. Gak bisa dibayangin kalau sampai jalan kaki...


Jalanan di P. Tidung Kecil lebih rapi, karena sudah memakai paving block tapi penduduknya gak lebih dari 5 rumah dan lebih banyak semak belukar. Ketika akhirnya keluar dari gerombolan semak belukar tersebut, woahhhhhh...pemandangan yang sesungguhnya menanti sungguh tak terganti. 

Memang banyak sampah yang terbawa dari seberang dan mendarat di sekitar pantai. Jadi jangan bayangkan ke P. Tidung Kecil itu bisa menikmati pasir pantainya karena garis pantainya gak terlalu panjang. 


Lebih ke menikmati pulaunya & meresapi pemandangannya. Di sini sepi, syahdu dan memukau. Cocok untuk yang lagi kasmaran...Oya, di sini ada pohon yg berbentuk kuda laut... keren banget.


Ketika hari menjelang sore, tiba-tiba cuaca menjadi tidak bersahabat, langit mendung, guntur menggelegar dan anginnya kenceng banget. Gue gak bisa bayangin untuk pengunjung yang nginep di pinggir pantai hanya memakai tenda dengan angin kencang seperti ini, yang ada malah gak bisa tidur semalaman.


Kehujanan di tempat terbuka tentunya lebih beresiko, tapi sekencang sepeda yang kami naiki, tetap hujan yang menjadi juaranya. Untunglah kami sudah sampai di P. Tidung Besar kembali. Lumayan bisa meneduh di depan sekolahan. Ah sayang sebenarnya, gak ada sunset yang bisa kami nikmatin jadinya.


Kegiatan lain selain bersepeda tentunya bisa snorkeling, apalagi kalau beramai-ramai tentunya bisa lebih murah untuk sewa perahunya.

Di malam hari tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan jadi hanya bengong di losmen dan menonton tv sampai tengah malam. Warung makan tersedia tetapi rasanya yah gak bisa diharapkan juga. Kalau membawa peralatan masak sendiri tentunya lebih enak. Apalagi kamar yang saya tempati ini gak cuman hanya kamar untuk tidur saja tetapi dilengkapi dengan ruang tamu, dapur serta kamar mandi.



Keesokan harinya jam 8 pagi, kami harus sudah siap kembali di pelabuhan untuk kembali ke Muara Angke. Waktu untuk explore sebenarnya menjadi lebih singkat, habis mau bagaimana lagi. Memang rutenya seperti itu tetapi ketika teman saya terakhir ke sini, jam kepulangan berubah menjadi jam 2 siang. Wah lumayan banget ya.

Kalau kalian ada sedikit waktu luang, budget minim dan hari libur terbatas, gak ada salahnya menikmati Pulau Tidung di gugusan Kep. Seribu ini. Memang jauh berbeda kalau mau dibandingkan dengan kemewahan yang ditawarkan seperti di 3 Gili yang ada di Lombok contohnya. Tapi kesederhanaan yang menakjubkan juga gak kalah menarik untuk dinikmati kok. Happy traveling...


And last but not least...happy birthday to me...

September 07, 2010

imlek 2010 di vihara dharma bhakti, petak sembilan










Imlek tahun ini jatuh pada hari minggu. Sebagai warga Indonesia keturunan chinese, tentunya saya merayakannya. Tetapi sekarang ini walaupun imlek diperingati sebagai hari besar nasional dan diperingati meriah diberbagai kota, buat saya itu hanya sekedar tradisi.










Apalagi kalau kita masih mempunyai tetua yang masih merayakannya, adalah menjadi keharusan untuk berkumpul bersama keluarga, makan bersama dan saling silaturahmi. Mungkin moment itu yang selalu didapat di setiap tahunnya.










Tetapi untuk tahun ini saya merasa bosan dengan rutinitas seperti itu. Saya ingin sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya tentunya dengan kamera saya. Setelah google sana sini maka didapatlah suatu objek yang terkenal, tidak jauh dan kebetulan saya juga belum pernah kesana. Adalah vihara dharma bhakti petak sembilan yang selalu ramai dibanjiri pengunjung pada hari raya imlek.













Untuk ke tempat ini kami hanya datang ke daerah glodok. Tanya sana sini juga orang pada tahu. Berhubung saya malas bertanya jadilah kami malahan ketemu dengan beberapa vihara lain yang masih berdekatan didaerah glodok itu. Tetapi karena saya merasa bukan yang dicari maka kami mulai bertanya juga.

Akhirnya dari jauh juga sudah bisa ditebak dari banyaknya kerumunan orang disekitar vihara. Dan memang betul inilah vihara yang kami cari.













Di kompleks tersebut terdapat beberapa vihara yang mungkin terdapat beberapa dewa yang berbeda2. Dan di vihara yang lebih kecil ini, kayaknya lebih tenang, dekor nya keren dan para fotographer muda juga pada betah disini. Fotographer? Iya, gak tau juga sih dari perkumpulan mana, atau dari majalah/ suratkabar mana atau mau jeprat jepret doang seperti saya. Tapi lensa kameranya lebih panjang deh, bukan sekedar kamera saku.










Sebenernya yang ibadah juga jadi terganggu dengan kehadiran kami. Secara kami kalau dapat moment bagus langsung klik tanpa bilang-bilang. Tapi objek yang difoto juga gak risih, mungkin udah terbiasa tiap tahunnya dengan kehadiran fotographer. Gak tau juga sih. Kalau saya jadi mereka mungkin udah saya pelototin. Hahaha...













Dari situ kami mencoba keluar untuk melihat suasana di pelataran. Banyak orang yang baru datang sudah siap2 mengambil hio untuk dibakar dan dipakai untuk sembahyang. Yang datang pun beraneka ragam. Dari yang berpenampilan biasa pakai sandal jepit sampai yang glamor kayak mau manggung. Sah aja sih. Yang walaupun dalam cara berbusana mereka berbeda ternyata satu hati menyembah Yang Kuasa dan meminta perlindungan dan rejeki di tahun yang akan datang.













Di depan vihara utama terdapat meja hio yang sangat besar muat untuk ratusan hio. Disinilah orang berdoa memanjatkan puji dan syukur juga untuk berkah dimasa yang akan datang.










Vihara utama sangat luas, dengan pintu besar bergambar dewa dihiasi dengan hio berbentuk obat nyamuk bakar. Wah ini jadi favorit saya pastinya. Lilin-lilin ribuan kati bertebaran, pengunjung semakin penuh membuat gerak semakin terbatas dilingkupi dengan asap dupa jadilah kami semaput dengan sukses gak bisa nafas.













Kami langsung istirahat diluar sambil menghirup udara segar. kami belum berniat pulang secara masih belum puas explore.

setelah beberapa waktu kami masuk lagi ke area vihara utama dan beginilah suasana disana waktu itu ...










Ada satu foto yang saya suka, yaitu waktu seorang bapak2 yg sedang pai-pai. eh, ada fotographer lain yang sedang hunting foto juga dan ikut kefoto dan momentnya gak bisa seperti itu lagi. Ah rese...










keinginan hati ingin memaksakan diri lebih lama lagi tetapi mata tidak bisa kompromi. Akhirnya kami sudahi juga hunting foto imlek ini. lumayan berkesan...
























Diluar vihara, pengemisnya aduhhhhh banyak bgt...yah bolehlah ya berbagi rezeki, tapi kalau sebanyak ini hmmm...yang juragan2 aja deh










Dan akhirnya saya juga punya foto narsis di imlek ini. its d best part. Hahaha...
Selamat hari raya imlek bagi yang merayakan ya.

Agustus 26, 2010

bandung dalam cerita : 3 hari 2 malam



Tanggal 25 desember 2009 kemarin kami memutuskan untuk pergi liburan ke Bandung. Pas dengan hari raya Natal. Jam 5.00 pagi, standby di Pool Cipaganti, Grogol. Nyampe Bandung memang betul cuman 2 jam saja. Pantesan KA Parahyangan langsung tutup beroperasi. Sebenernya sih 2,5 jam gara-gara ada tante dari penumpang travel yang pas berenti di tol, menyempatkan diri untuk membeli secangkir kopi di KFC...udah tau yang ngantri di KFC rame banget, tetep nekad tu orang. Semua orang udah pada ngedumel saking lamanya. Good job tante...

Nyampe Bandung langsung booking travel untuk kepulangan kembali ke Jakarta tapi penuh semuanya. Jadi ya lihat saja nanti untuk pulangnya, naik bis juga jadi kok. Berbekal peta dan tanya-tanya, kami langsung ke Hotel Talagasari di Jalan Setiabudi yang memang sudah kami booking sebelumnya. Dengan harga 300 ribuan kami sudah dapat kamar menghadap kolam renang, kamar mandi bath tub, kamar luas dan dapet breakfast...lumayan banget.


Setelah istirahat sebentar, kami langsung menuju Kawah Tangkuban Parahu. Sewaktu di Lembang, kami bertemu dengan rombongan keluarga yang mau ke pemandian air panas Ciater. Karena satu jalur maka kami pergi bersama dalam satu angkot. Waktu udah nyampe di Ciater, rombongan tadi bilang kalau mau ke kawah udah lewat. Maksudnya? Mbok ya bilang dari tadi, ngapain juga ikut ke Ciater?...makanya hati-hati deh kalau mau bareng orang gak dikenal. Terus angkotnya balik arah lagi dan memang mengantarkan sampai kawah dengan bayaran Rp. 35.000,-/ orang ( biaya masuk bayar sendiri ) dan gak bisa ditawar. Gila gak sih bayar segitu? *Elus dada

Di Kawah Tangkuban Parahu rame banget, sampai ada orang yang mau foto aja suruh kami pada minggir, biar kami gak keliatan di fotonya...buset dah, kameranya emang gak punya teknologi zoom ya? Kasian banget...ok lanjut ke cerita Kawah Tangkuban Parahu. Tempatnya sih bagus, hawanya sejuk dan gak terlalu dingin tapi berkabut. Untuk objek foto sih bisa dibilang terlalu monoton karena begitu aja. Namun yang namanya alam ya keren aja.

Di sana ada yang jual topi dari bulu kelinci, karena murah dan lucu jadi beli deh satu. Tambah siang tambah banyak yang datang, kebanyakan sih pada bawa mobil sendiri.


Dari situ kami langsung turun menuju Kawah Domas. Di depan area masuk ada pengumuman yang bilang untuk menuju ke sana dibutuhkan waktu ½ jam. Boleh lah kalo cuman ½ jam. Selama perjalanan di kiri kanan cuman hutan dan kebanyakan tanaman pakis. Serasa déjà vu kayak udah pernah ke tempat ini sebelumnya padahal sih gara-gara film Avatar-nya James Cameron.



Tempatnya panas dan gersang dan ada beberapa kawah kecil yang meletup-letup buas. Kalau dibandingkan dengan kawah yang ada di Dieng sih gak ada apa-apanya. Kawah di Dieng lebih besar diameternya dan warnanya lebih pekat. Terus ada juga kubangan lumpur belerang yang dimanfaatkan pengunjung untuk luluran. Belerang memang efektif untuk mengusir jerawat & membuat kulit mulus. Tapi gua sih gak berani coba, takut malah kenapa-kenapa lagi kulit gue. Ternyata belerang ini pun dijual dalam kemasan botolan untuk perawatan di rumah.



Berbeda dengan Kawah Tangkuban Parahu yang monoton, di kawasan Kawah Domas ini ada lokasi foto yang bagus yaitu di tangga batu dengan pegangan kayu yang menghubungkan hutan dengan kawah ini. Jangan lupa ya untuk foto2...


Sewaktu jalan pulang nih baru berasa capek banget, nafas ngos-ngosan dan keringetan...bolehlah exercise sedikit untuk yang jarang olah raga. Cuman kalau mau ke tempat ini jangan ajak anak kecil, selain anak kecil cepet capek, bikin libet kalau udah nangis.



Turun menuju ke Lembang banyak angkot yang nawarin tapi harganya gak kira-kira. Akhirnya kami putuskan untuk naik angkot juga dengan tawaran yang termurah.




Nyampe Lembang, kami ganti angkot menuju ke Kampung Daun. Lumayan lama juga perjalanannya. Ternyata Kampung Daun itu perumahan dengan gaya minimalis modern. Keren banget sih. Dan tempat makannya rame banget, pas hari libur juga sih. Dekorasinya suasana natal. Langsung cari saung untuk makan dan untung aja dapat, karena penuh banget. Itu juga kebagian di daerah atas.


Makanannya standar dan lumayan mahal cuman susananya cozy banget. Penganan ringan yang dijual sama abang-abang pun ada. Jadi inget waktu di SD. Gak sempet beli juga sih soalnya ujan dan males keluar dari saung.

Hujan gak berenti, gak terasa hari sudah sore, mau gak mau musti pulang. Dan gak ada angkot, padahal baru jam 06.00 sore. Setelah menunggu lama, ada tukang ojek yang nawarin. Untuk 25 ribu sampai hotel - bolehlah daripada gak pulang. Ternyata jarak dari Kampung Daun sampai hotel gak terlalu jauh. Cuman ½ jam perjalanan saja. Tapi penderitaannya itu hujan-hujanan, mata udah pedes dan sekujur tubuh basah kuyub. Gak apalah, bukankah itu seninya traveling? Menerima kejadian yang tidak direncanakan tapi dinikmati sebagai bagian dari perjalanan itu sendiri™.

Sampai hotel, mandi air panas dan langsung bobo...indahnya liburan...masih ada hari ke-2...



Bangun pagi, langsung menuju Villa Isola yang jaraknya dari hotel gak jauh. Waktu pertama kali lihat di buku panduan ke Bandung, gue sudah jatuh hati. Apalagi setelah lihat dari dekat. Keren banget. Arsitekturnya itu unik bergaya art deco, dibangun tahun 1933. Villa ini memang bukan untuk di sewa, tapi menjadi gedung UPI sebagai kantor rektorat. Suasananya sejuk, asri dan indah banget. Duduk-duduk di situ sambil menikmati pemandangan juga udah cukup. Cuman sayang banyak sampah berserakan. Dan yang bikin tercengang ada bangkai kucing yang dikerubungin lalat. Omaigat...

Setelah matahari naik sedikit, kami meluncur ke Rumah Mode, pengen tau sebagus apa sih? Ternyata memang bagus, luas banget ada kafe dan juga restaurant. Dan pengunjung juga pada bejubel. Sampe mau lihat baju aja susah jalan. Pas ke sana ada peragaan busana anak kecil lagi. Wah tambah gak bisa jalan.



Sekalian di situ ya sambil lihat-lihat FO yang lain. Dan yang bikin kalap ada batagor RIRI. Gak nyangka ada di situ. Langsung aja nyoba dan enak banget. Beneran enak dan sebanding sama harganya. Terus ada rujak, es duren, puas banget. Cuman sayang gak ketemu serabi .. next time lah.

Setelah puas makan dan belanja langsung ke Paris Van Java. Di sana ada stand yang jual penganan tempo dulu kayak coklat ayam, permen jahe, balon yang ditiup pake sedotan, coklat yg kemasannya seperti angka delapan yang ditata pakai piring kaleng. OMG, ini jaman gue waktu SD dulu. Gila, masih ada ya. Puas ngiter-ngiter langsung duduk-duduk di cafe sambil ngobrol ditemani sepiring salad & secangkir late menjadikan sore kami menjadi sempurna.



Dari situ, kami langsung ke Hotel Bali Indah, di Jalan BKR. Kami pilih hotel ini karena gak gitu jauh kalau mau ke Kawah Putih. Sayangnya, di daerah ini udah gak bisa kemana-mana lagi kalau malam. Jadi ya udah di kamar aja, untung ada TV cable sebagai pengusir jenuh.

Jam 07.00 pagi, kami langsung jalan menuju Kawah Putih. Dari hotel naik 3x kendaraan. Dan angkot yang ke-3 yang mau membawa kami ke Kawah Putih seperti biasa harganya gila-gilaan dan gak bisa kompromi. Gak ada pilihan lah. Kalau mau sewa mobil juga malahan lebih mahal karena kami cuman berdua.



Kawah Putih akhirnya terlihat juga di depan mata setelah perjalanan 3-4 jam. Bagus kok, kawah berwarna biru diselimuti asap putih. Di sekitar kawah, pohon-pohon pada kering yang malahan menambah eksotis tempat ini. Buat foto-foto juga bagus. Namun kalau mau lebih sepi dan bebas bergaya harus sedikit lebih ke ujung.


Perjalanan pulang masih pakai angkot yang sudah kami booking tadi. Yah, memang supirnya maruk, menuju jalan pulang masih ambil penumpang juga seperti perjalanan naik tadi. Padahal kami sudah booking satu angkot. Kami cuman geleng-geleng aja.

Sebenarnya kami mau ke Situ Patenggang juga tapi dipikir-pikir gak mungkin kayaknya secara udah capek dan takut waktunya gak cukup, jadi langsung ke terminal bis aja yang menuju ke Jakarta. Lupa nama terminalnya apa tapi di situ ada abang-abang yang jualan gorengan 10 ribu dapet 7 buah. Mahal memang, tapi bala-bala ( bakwan ) nya enak banget deh.

Nyampe Kp. Rambutan sekitar jam 07.00 malam. Tiga hari liburan cuman ngabisin duit sekitar Rp 650.000,- udah termasuk hotel, makan dan transport. Tapi gak termasuk oleh-oleh ya. Lumayan murah kan untuk jalan-jalan ke Bandung? Jadi kapan ke Bandung lagi ya? Dago belum, Situ Patenggang belum, Observatorium Boscha belum. Hadeuh...



Bobo :
Bali Indah
Jl BKR no 75 Lingkar Selatan
022-522 7575
022-520 0191
hotelbali_indah@yahoo.com

Hotel di selatan Bandung, deket dengan terminal bis Leuwi Panjang. Tempatnya standar aja. Waktu saya minta dibangunin jam 6 untuk dianterin breakfast, beneran loh pintu kamar nya di gedor-gedor kaya mau digerebek. Compliment dikasih Aqua galon untuk minum tapi isinya kosong...*Gubrak

Talagasari Hotel & Restaurant
Jl. Dr Setiabudhi 269-275
022-2012 632
022-2014 107

Tempatnya nyaman, kamarnya luas, harga kamarnya 300 ribuan udah pake bath tub. Sarapannya nasgor & roti...ada kolam renangnya lagi.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...