Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Juli 27, 2015

shalom beijing

Beckham on luggage conveyor at Beijing Internasional Airport
Beberapa waktu lalu, film Assalamualaikum Beijing tayang di bioskop. Dari judulnya, sudah ketahuan kalau film ini bertema Islami. Sekilas melihat posternya, gak ada keinginan sedikit pun untuk menontonnya. Hanya saja ketika gue nonton film lainnya, sempet nanya sama soul mate, kok film Assalamualaikum Beijing gak ada ekstra-nya ya? Dijawab filmnya kan udah tayang, biasa ekstra kan untuk film yang coming soon. Bener juga.

Salah satu sudut bandara
Sampai kemarin di salah satu stasiun televisi swasta menayangkan filmnya di malam lebaran. Gue bela-belain nungguin film itu dengan muka ngantuk dan mata sepet. Gue sendiri gak ngerti kenapa rasanya pengen banget nonton film ini. Entah karena selalu muncul dalam bentuk iklan atau memang dapat hidayah.

Local activity
Baru nonton sebentar, gue mulai tergelitik. Haduh, akting para pemerannya standar banget. Pemandangan Beijing dengan city icon-nya seperti Great Wall dan Temple of Heaven-nya sih keren. Terus ceritanya sudah ketebak di awal. Bener banget, akhirnya si pemeran laki-lakinya menjadi mualaf.

One nite stay @ Crowne Plaza Wangfujing, Beijing
Males nonton kelanjutannya. Matiin TV dan langsung tidur.

Tiba-tiba teringat film Ayat-ayat Cinta yang juga gue tonton di TV. Kesamaan kedua film tersebut ada di bagian mualaf-nya. Mengganggu sih enggak, cuman jadi mikir apa memang bener, orang segampang itu pindah agama? Mungkin ini kan film yang nota bene berdurasi terbatas, dalam waktu maksimal 2 jam semua cerita, permasalahan, konflik dan solusi harus sudah terpecahkan bukan?

My footprint @ Tian An Men Square
Mungkin gak semua film Islami bertema mualaf juga kali ya atau memang selalu seperti itu?

Coba tengok film ? ( Tanda Tanya ) yang kental dengan nuansa pluralisme besutan Hanung Bramantyo. Asalnya gue gak berminat nonton. Hanya gara-gara temen gue nonton, yang awalnya dia juga enggan untuk menonton dan mempunyai pemikiran yang sama seperti gue tapi jadi nonton karena salah satu Pendeta di gereja-nya merekomendasikan film tersebut dan temen gue pun merekomendasikan balik. Ketika filmnya sudah menghilang dari bioskop dan sempet rame di media masa, gue baru heboh cari dvd-nya.

Setelah nonton baru ngerti, pantesan tuh film didemo. Itu pun masih ada unsur mualaf-nya loh tapi secara pribadi, gue masih bisa nerima karena ceritanya bagus dan gak berat sebelah, walau dalam keseharian belum tentu jadinya seperti itu.

Bagaimana dengan La Tahzan?

Lovely garden @ Tian An Men Square
Dalam kehidupan nyata, temen kantor gue ada kok yang asalnya beragama Buddha tapi karena pacarnya Islam, akhirnya mereka berakhir di penghulu, temen gue yang keturunan itu serta merta jadi mualaf.

Dunia selebritis pun sama. Ada Bella Saphira, Sandy Tumiwa, Angelina Sondakh dan Marcell. Itu yang gue tahu.

One of the iconic building @ Beijing City
So, ada yang salah dengan mereka yang menjadi mualaf? No, itu hak mereka. Gue gak akan komen apa pun tentang itu. Semua orang bebas beragama bukan?

Terus? Ada masalah? Enggak juga tuh. Penasaran doang kenapa tema mualaf kok sering muncul ya? Jaminan laris kah? Bahkan di satu forum ada yang berkomentar “Itu bukan keberhasilan tapi promosi pepesan kosong.” Nah loh?

Another one
Baru kemarin, gak sengaja setel TV eh, lagi siarin film 99 Cahaya di Langit Eropa 2. Ok, gue coba nonton dari pertengahan film sampai habis. Cerita mualaf sih gak ada, cuman di ending diceritakan kalau si pemeran wanitanya memutuskan untuk berhijab.

Summer Palace
Ada adegan yang mengganggu sih waktu si pemeran wanitanya ada di satu masjid dan dia dilarang sholat. Dengan nada sinis dia mencoba menanyakannya pada salah satu petugas yang dijawab kalau dulunya adalah katedral lalu jadi masjid dan sekarang jadi museum. Baru deh dia ngerti.

Local mineral water & tea
Mengganggu di sini, memangnya gak bisa survey dulu gitu sebelum berkunjung dan sebelum nanya? Ya, mungkin juga memang seperti itu kejadiannya karena katanya based on catatan perjalanan si pengarang.

Presentasi jualan obat
Well, gue gak bilang kalau semua film bertema Islami harus lulus sensor dari gue loh. Suka-suka yang bikin film saja atau terserah si pengarang novel menentukan arah ceritanya mau seperti apa. Buat yang gak suka, simple-nya gak usah nonton, keluar dari gedung bioskop atau tekan tombol power off kalau memang tayang di TV.

Great Wall
Oh, mungkin memang trend pasar kali. Inget dong film Jelangkung, pocong-pocongan dan hantu-hantu lainnya yang sampai sekarang masih suka nongol di bioskop. Era sekarang mungkin lagi seneng film religi bertema mualaf atau religi berbalut traveling setelah sebelumnya cinta beda agama. Cuman kok lumayan sering ya? Bahkan soul mate gue dengan yakin bilang kalau semua film religi yang tayang di bioskop pasti ceritanya mualaf. Sok tahu dia.

Beijing West Railway Station
Gue gak ( mau ) tahu apakah cerita tersebut dari kejadian nyata apa cuman fiksi belaka. Siapa pun sah-sah saja mau menceritakan apa pun dengan cara pandang masing-masing orang dan gue gak akan mengganggu gugat. Itu haknya mereka toh?

Hanya saja otak gue gak bisa diajak kompromi, apa mualaf memang lagi booming? Apa tema tersebut memang ( lagi ) favorit di kalangan umat Islam? Kehabisan ide cerita kah? Atau kalau gak ada tema itu ada sesuatu yang kurang? Apa biar di bioskop bisa rame-rame teriak kemenangan? Atau pada kenyataannya memang ini yang menjadi fenomena di negara kita?

Bangunan di kompleks Bird Nest
Atau mungkin gak sih, ini hanya tindakan insecure pihak-pihak tertentu yang takut atau kecewa karena pada kenyataannya jauh dari realita? Apa kabarnya Nafa Urbach, Rianti Cartwright, Pinkan Mambo, Asmirandah dan yang terakhir Lukman Sardi?

Well, pastinya gue gak ngurusin orang-orang yang pindah agama. Itu berpulang pada masing-masing individu. Gue pribadi cenderung mikir ketika seseorang berpindah keyakinan dari satu agama ke agama lainnya. Dan pada akhirnya bukan hak gue untuk menghakimi mereka, siapa pun itu. Agama mu agama mu dan agama ku agama ku.

Bird Nest Stadium
Semisal gue sutradara pun gak akan bikin film tandingan sejenis, bukan karena takut didemo ormas tertentu tapi lebih tertarik bikin film cerdas yang gak melulu mainstream tapi memorable.

Bagaimana dengan para pemerannya yang dibayar untuk memerankan apa yang bukan keyakinannya? Well, apakah mereka murtad atau memang dapat hidayah? Kalau terjadi sama gue, gue sih gak mau. Aktor memang harus memerankan semua peran tapi gue gak mau jadi batu sandungan.

Water Cube
At the end, gue pastikan kalau kemarin pengen banget nonton Assalamualaikum Beijing bukan karena dapet hidayah, cuman kangen perjalanan 2 tahun kemarin ketika untuk pertama kalinya menginjakan kaki di Beijing. Next time, mendingan gak pake tur biar bisa lebih puas menyusuri hal-hal yang gak terlalu turis dan pulang membawa pengalaman nan berkesan.

By the way, Shalom Beijing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...