Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Juli 21, 2015

what is your dream job?



Kalau ada film yang paling sering gue tonton, udah pasti The Devil Wears Prada. Ditonton puluhan kali, sampe keping dvd-nya rusak dan beli lagi yang baru sampe hapal line demi line. Hell yeah...

Ceritanya sih simple, seputeran majalah fashion, about dream job, relationship dan yang paling penting casting-nya top abis. Meryl Streep selalu bikin gue nonton film-filmnya.

Andrea ( Anne Hathaway ) yang cerdas tapi gak punya pengetahuan sama sekali tentang fashion, awalnya sulit untuk beradaptasi sebagai asisten Miranda ( Meryl Streep ) yang menjadi pimpinan tertinggi dalam suatu majalah fashion “Runway.” Dia pikir ngapain juga sok-sokan fashion segala toh dia di hire karena kecakapannya.

Sampe akhirnya dia gak sengaja ngetawain bagian accessories atau apalah karena gak bisa milihin satu diantara dua belt yang berwarna sama. Miranda langsung ngoceh dong kalo itu bukan sekedar belt.

Menurutnya, kerja tuh bukan cuman sekedar kerja tapi hati elo juga harus ada di sana dan dilakukan sepenuh hati. Kerja di fashion ya harus mau belajar fashion.

Tanpa menunggu lama, Andrea pun sadar dan ber-transformasi menjadi asisten yang gak cuman bisa handle kerjaan doang tapi penampilannya pun berubah fashionable. Miranda kagum.

Beberapa kali kata “Million girls would kill for that job“ dikumandangkan. Secara naluriah, siapa yang gak mau pake baju-baju perancang terkenal, berhubungan dengan dunia fashion dan orang-orang terkenal didalamnya, travelling around the world dan berteman dengan kalangan jet set gara-gara menjadi asisten Editor in Chief majalah fashion? 

Dan benefit lainnya, keluar dari situ dengan rekomendasi yang baik akan membuka pintu selebar-lebarnya bagi pekerjaan di bidang jurnalis. Itu keinginan Andrea, makanya dia bekerja sebaik mungkin demi mendapatkan apa yang dia inginkan.

Pencapaian yang signifikan di kantor, berbanding terbalik dengan hubungannya dengan teman-teman bahkan pacarnya. Telpon selalu berdering setiap saat, kerjaan selalu menuntutnya untuk lembur bahkan pulang larut malam. 

Event tahunan Paris Fashion Week menjadi agenda paling penting setiap tahunnya. Emily ( Emily Blunt ) pun menyiapkan diri demi event tersebut dari bulan-bulan sebelumnya tapi malang baginya, Miranda hanya ingin yang terbaik yang menjadi tim-nya. Dan itu bukan Emily si asisten pertama Miranda melainkan Andrea.

Andrea tentu saja tidak bermaksud untuk mengambil alih posisi tersebut, terbang ke Paris bersama Miranda dan meninggalkan Emily. Andrea hanya ingin melaksanakan tugasnya dan Miranda melihat bahwa Andrea memang pantas untuk posisi tersebut.

Sampai akhirnya ketika di Paris, Andrea gak tahan dengan perlakuan Miranda yang semena-mena pada Nigel ( Stanley Tucci ), Miranda berkilah bahwa Andrea pun gak jauh beda dengan dirinya dan melakukan hal yang sama pada Emily. 

Singkat cerita, dia berhenti dari pekerjaanya itu dan kaget ketika mendapatkan pekerjaan di tempat lain dengan rekomendasi yang baik padahal dia bekerja kurang dari setahun pada Miranda. 

Jutaan orang mungkin antri untuk posisi asisten Editor in Chief majalah fashion dunia tapi ketika hubungan dengan orang-orang terdekatnya berada di ambang kehancuran, punya bos yang workaholic dan selalu ingin perfect sampai mengorbankan siapa pun juga agar selalu berada di atas, itu bukan gaya Andrea. Dia sudah berusaha maksimal tapi ada hal-hal prinsip yang gak bisa diganggu gugat. 

So, apakah Miranda sejahat itu? Menurut gue sih enggak. Dia cuma menjalankan tugasnya sebagai tampuk pimpinan, mau segala sesuatunya perfect dan mau semua staf-nya seperti dirinya mengeluarkan seluruh kemampuan yang ada sampai batas limit. 

Jadi apa Andrea yang gak becus kerja? Enggak juga. Hidup itu pilihan, bebas menentukan apa pun yang ingin dicapai sesuai kata hati. Kalau dirasa gak cocok apa salahnya quit from the job?

Buat gue, film ini berarti banget. Bukan cuman sekedar mengumbar fashion dan intrik-nya tapi lebih menggaris bawahi tema pekerjaannya. Bagi sebagian orang, karir tertentu mungkin dirasa hebat tapi bagi yang menjalaninya belum tentu. Bila sampai menemukan karir yang tepat pun, belum tentu juga kita bakalan cocok sama bos-nya. Bener kan?


Ada satu lagi film Jepang yang dibintangi Masahiro Motoki berjudul Departures ( Okuribito ). Casting, setting dan ceritanya tentang kehidupan di Jepang. Film ini terbilang premium, selain ceritanya yang memang bagus, film ini juga menang di kategori Best Foreign Language Academy Awards.

Profesi sebagai cellist, pemain cello di suatu orkestra ternyata gak jaminan bakal sukses. Dikarenakan sepi pengunjung maka si empunya membubarkan orkestra tersebut.

Akhirnya karena gak punya pekerjaan, Daigo ( Masahiro Motoki ) kembali ke kampung halamannya dan mulai mencari kerja. Berkat lowongan di suatu koran, Daigo memberanikan diri untuk melamar langsung ke alamat tersebut.

Setelah sampai di sana, Daigo masih belum mengerti posisi apa yang di tawarkan perusahaan tersebut sampai si pemilik usaha memberitahukan bahwa perusahaannya bergerak di bidang funeral di mana orang yang meninggal dimandikan, dipakaikan baju dan di make up sampai dimasukan ke dalam peti mati.

Daigo tentu saja kaget, dikiranya “Departures“ yang dimaksud adalah perusahaan travel agent. Ternyata maksudnya adalah persiapan keberangkatan bagi yang meninggal menuju alam yang lain.

Siapa pun juga pasti akan shock dan bingung dengan keadaan demikian, di satu sisi butuh kerjaan tapi di sisi lainnya kalo bisa cari kerja yang lain lah ya.

Pelan tapi pasti, Daigo merasa gak ada pilihan dan dia mulai mencoba. Mayat pertamanya adalah orang yang gak ketahuan meninggal beberapa hari sebelumnya dalam keadaan yang menyengat.

Pengalaman buruk pertamanya tentu saja bikin down, antara mau dilanjutkan apa enggak. Lama-kelamaan, dia belajar dan menerima kalo pekerjaan tersebut memang untuknya dan mulai menikmatinya.

Profesi ini bisa dibilang langka dan gak semua orang mau melakukannya bahkan cemooh gak jarang diterima Daigo bahkan penolakan dari istrinya sendiri.

Di film ini akan disuguhkan paling enggak selusin adegan professional tentang detil dari pekerjaan Daigo. Surprisingly, gue gak bosen. Banyak adegan emosional yang terjadi dengan keluarga yang ditinggalkan ketika si mayat mulai dipermak sampai menjadi cantik.

Sampai scene terakhir yang meninggal adalah orang-orang terdekat Daigo sendiri.

Kekuatan film ini tentu saja ada di ceritanya dan permainan cello Daigo yang menyayat hati. Kalo sampe gak nangis nonton film ini sih keknya ada yang salah deh sama kelenjar air matanya. Hahaha...

Well, do you think working in funeral is your dream job?

Gue bilang sih takdir, dari gak mau sampe bisa menikmatinya dan ternyata profesi tersebut berguna bagi banyak orang. Memang gak untuk semua orang, buktinya lebih banyak yang buka bridal atau wedding organizer dibanding membuka usaha pemakaman. Betul kan?

Di film The Devil Wears Prada, diceritakan kalo posisi asisten Miranda banyak diburu orang tapi Andrea malahan gak mampu bertahan sedangkan di film Departures, pekerjaan yang gak banyak orang mau tapi Daigo malah sanggup melewatinya dengan baik. Bisa lihat perbedaannya?

So, what is your dream job?

Menurut gue, dream job itu adalah pekerjaan yang kita kuasai dan melakukan yang terbaik di bidang tersebut.

Keberhasilan atau kegagalan itu banyak faktor pendukung. Mungkin kita udah nyaman di suatu posisi tapi tiba-tiba lingkungan tidak lagi mendukung atau berantem dengan owner. Bisa jadi kan?

Gue pernah kerja di bidang Food & Beverage untuk 6,5 tahun. Gaji gak seberapa tapi cukup. Perusahaan keluarga yang semua anggota keluarganya baik orang tua, anak dan menantu ikut serta dalam hal operasional kantor. Anaknya 4 jadi bisa bayangin sendiri kalo semuanya datang, belom menantunya dan kedua orang tua dari si anak. Udah kek kapal pecah kalo semua datang ke kantor. 

Pertamanya sih cuman menantu nomor 2 dan anak nomor 1 yang suka ngantor, yang lain cuman kadang-kadang aja kalo ada event baru deh pada ikut bantuin. Tahun-tahun terakhir, mereka mulai menghilang digantikan anak nomor 3 dan papanya. Pertamanya sih asik, sepertinya care dengan perusahaan tapi lama kelamaan bikin sakit kepala. Mereka terlalu bawel dan curiga. Dan yang gue gak terima tiba-tiba mereka nge check semua bank dan kas payment yang terjadi tahun-tahun sebelumnya dengan cara diam-diam di audit oleh karyawan si anak nomor 3 ini. Btw, dia punya usaha dan kantor lain.

Sebagai karyawan gue cuman bisa terima aja kan? Belum lagi pertanyaan-pertanyaan yang menyiratkan kecurigaan. Gue udah bosen.

Puncaknya, gue marah-marah sama mereka. Gue udah gak peduli dan melayangkan surat resign.

Hari senin, si anak nomor 3 ini ngantor dan langsung panggil gue untuk bicara empat mata. Gue diomelin abis-abisan dan dia bilang, “Saya gak akan tahan-tahan kamu kok, silahkan kalo mau resign.” Dalam hati siapa yang mau ditahan? Kalo bisa hari itu juga out, gak pake mikir dah. Pengen banget rasanya saat itu ngegampar mukanya yang selalu berlebihan kalo pake blush on. 

Lalu gue minta maaf dan bilang sebagai pemilik perusahaan memang sudah sepantasnya melakukan apa yang menjadi kewajibannya dan gue sebagai karyawan juga melakukan apa yang wajib dilakukan tapi alangkah bagusnya kalau itu dilakukan dengan cara-cara yang elok. Gak semua orang bisa terima dengan cara-cara primitif, apalagi kalo orangnya gue yang berdarah panas.

Bayangin, tiap bulan gue bayar listrik dan telpon sekitar 6 jutaan, nah gue transfer dananya ke rekening gue dulu baru nanti gue bayar via ATM dengan bukti terlampir. Sisa dana pastinya gue kembalikan ke petty cash. Mereka curiga. Apalagi posisi kas gue yang selalu di angka 25 juta. Mereka gak tahu, kalo gue stock uang kecil untuk operasional dan juga untuk outlet. Mereka ngomongnya di belakang, jarang nanya sama gue, tahu-tahu denger aja dari orang lain. Sebenernya ini simple, kalo mereka mau kenapa gak nge-check uang real-nya? Tapi gak pernah. 

Setelah kejadian itu, bulan berikutnya gue kasih dia giro biar bayar sendiri listrik dan telponnya. Lumayan berkurang kerjaan gue.

Mereka gak tahu apa yang gue lewati hari demi hari. Siang-siang naek mobil pick up untuk ngider ke bank, kliring dan setoran uang sales dan itu gak cuman 1 bank. Orang laen belum tentu mau naek mobil bobrok begitu. Gue sih sebodo amat lagian drivernya lebih menyenangkan dibanding naik Mitsubishi Kuda yang drivernya rese. Belom kalo jalan ke outlet yang tersebar di seantero Jakarta, panasnya berasa. Pick up cuman pake AC alam bo.

Semua gue lakukan sebaik mungkin. Semua demi kepentingan perusahaan. Yang mau jahatin dan merugikan perusahaan aja, gue peduli. Mereka gak tahu itu semua. Apa tahu tapi gak peduli?

Meja atasan dan kami para staf ada di satu ruangan, jadi sedikit gak nyaman sih apalagi pas dia merayakan ulang tahunnya. Dia pake baju merah dan membawa satu bungkus mie untuk dirinya sendiri. Bahkan papa-nya sendiri gak dibeliin apalagi kami para staf-nya yang cuma beberapa orang. Bukan pengen ditraktir tapi lebih kepada etika ya. Apa salahnya sih, ini kan hari special, gak datang tiap hari. Kalo sesekali traktir karyawan mie ayam 20 rebuan gak bakal jatuh miskin dong? Malu sama apartemen dan rumahnya yang ada di daerah elit.  Tapi kalo gak ridho mending jangan memang, masalahnya tiap hari gue juga beli dan masih mampu beli. Dia makan aja sendiri, papa-nya ngeliatin dan gue yang jijik. Gue pura-pura aja gak tahu dan memperlakukan hari itu seperti hari lainnya.

Sepertinya sebagai bos, dia pelit banget tapi pernah kok dia bermurah hati memberikan gue satu paper bag branded berisi baju-baju bekas suaminya dari merk-merk yang sekarang menjadi favorit gue. Bukan gak terima kasih ya tapi itu baju bekas, ukurannya juga di atas gue yang mana gue gak mungkin pake, udah gitu gak terlalu bagus dan ada cacatnya. Diberi ya terima kasih tapi kalo kondisinya seperti itu mending langsung kasih aja ke yayasan atau ada kan mal yang menerima baju bekas biar nanti disumbangin ke yang membutuhkan. Gue bukan terhina tapi gimana ya ngomongnya? Baju baru aja seringkali gak cocok kalo dikasih orang tapi gue prefer dikasih yang baru dengan merk yang gak terlalu terkenal tapi bisa dipake. Sebagian udah gue sumbangin dan ternyata masih nyempil satu di lemari. Gak ngerti kenapa tuh baju masih ada sampe sekarang...hahaha...oya, jangan-jangan dia kasih gue baju bekas emang sengaja buat dikasih ke yayasan? Bisa jadi loh...

Gue pernah dengar cerita dari HRD, kejadiannya si menantu yang dulu ngurusin perusahaan ini ulang tahun, dan semua karyawan kasih surprise dengan membelikannya kue ulang tahun. Gak disangka sambutannya dingin, boro-boro traktiran untuk seluruh karyawan, bahkan kue ulang tahunnya juga gak disentuh dan dibagikan lagi ke karyawan. Sejak saat itu acara ulang tahun atasan menjadi hari yang biasa. Semua kecewa. Gue sih bengong aja denger ceritanya. Miris.

Jangan salah ngerti ya, gak mesti loh atasan traktir bawahannya, bahkan di peraturan perusahaan juga gak bakalan tercantum ada kewajiban seperti itu.

Hari terakhir, gue minta maaf lagi sambil diseling kata,”Tambah sukses ya kedepannya.” Dia cuman nyaut Amin dan minta maaf balik. Sebulan ke depan gak ada transferan uang jasa yang mampir ke rekening gue. Sampe akhirnya gue nitip pesen ke yang gantiin gue, baru deh di transfer itu juga cuman 1x gaji. Enam setengah tahun kerja cuman dihargai 1x gaji. Banyak dari temen-temen gue yang bilang mustinya bisa lebih. Mungkin dia lebih butuh buat expand usahanya ya. Amin.

Gue bukan Andrea atau pun Daigo. Ini cerita gue, pengalaman gue. Dimana gue bekerja tapi pada akhirnya gak dipercaya dan dicurigai. Mungkin ada yang nanya, kalo emang gak bersalah kenapa takut? Gue gak takut, cuman udah gak nyaman aja. Quit adalah jalan satu-satunya. Mungkin memang itu jalannya walau terasa pahit. Kalo engga, gue bakalan kerja di situ terus kali tanpa bisa menikmati dunia. Tanpa mengenal travelling dan beberapa keasikan lainnya. Papa-nya juga kalo gak salah minta maaf dan nanya-nanya nanti kerja di mana dan bla bla bla. Yang udah terjadi ya udah, pasti ada pembelajaran buat gue-nya. Gak jaminan orang yang se-agama pun ternyata bisa melakukan hal-hal yang menurut gue menyakitkan.

So, what is your dream job? Bukan kerja di perusahaan keluarga yang pasti.

So, what is your dream job, actually? Jadi karyawan terus seumur idup? Manager atau Direktur sekalipun jatuhnya tetep karyawan. Yang disuruh-suruh, mungkin dengan semena-mena dan dicurigai.

So, last time I ask you...what is your dream job? Mungkin udah saatnya punya usaha sendiri walaupun kecil-kecilan. Menjadi bos dan pemilik dari suatu perusahaan, bukan menjadi karyawan di perusahaan orang.

Bahkan gue pun masih bermimpi untuk mencoba mewujudkannya suatu hari nanti. Dan gue berjanji sama Tuhan, kalo sampe terkabul, gue gak mau berkelakuan kek si blush on berlebih atau pun papa-nya yang selalu curiga setengah mati sama semua karyawannya.

Asal,

Jangan sampe gue buka restoran dan lihat karyawan gue makan makanan yang dijual di depan mata gue kalo gak mau langsung dipecat. Jiahhh, gue ternyata lebih kejam daripada mereka. Hahaha...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...