Beberapa hari lagi umat Buddha
akan merayakan hari Trisuci Waisak. Kenangan tahun lalu bersama soul mate, ikut ambil bagian dari awal
prosesi di Candi Mendut sampai ke Canci Borobudur.
Rasanya capek tapi tujuannya
tidak tercapai sama sekali. Acara puncaknya menerbangkan lampion malah
ditiadakan atau diundur sampai tengah malam menunggu hujan reda.
Mungkin kalau tidak ada hujan,
kebrutalan peserta Waisak kala itu akan lebih parah. Mungkin ada baiknya seperti itu.
Gue pun gak pernah membayangkan
kalau peristiwa itu adalah yang terparah dari tahun-tahun sebelumnya.
Kali ini gue cuman mengenangnya
menjadi suatu pelajaran yang berharga bagi diri sendiri, bahwa ada baiknya kita
menghargai dan menghormati agama lain yang sedang merayakan hari besar
agamanya.
Acara gosip di stasiun televisi swasta
menjelang hari Natal, pasti ada saja artis yang di shoot sedang beribadah. Dalam
hati, emang gak ada berita lain untuk diliput ya? Kalau emang mau wawancara emang
gak bisa dilakukan setelah selesai ibadah ya? Bagaimana pun juga itu pasti
terganggu.
Gue aja kalo lagi ibadah terus
ada yang nangis rasanya gak nyaman dan berusaha untuk lebih konsentrasi lagi.
Tadi malam gue iseng browsing
Backpacker Indonesia dan masih ada aja yang ngadain trip untuk perayaan Waisak
di Borobudur. Terus gue cek jadwal Walubi, rasanya pengen ngakak.
Jadwalnya dibuat sedemikian rupa
agar animo masyarakat yang mau ikutan adalah yang bener-bener mau ibadah.
Baguslah, jadi ibadahnya bisa khusuk tanpa gangguan pihak luar.
Semoga ini menjadi perenungan
kita bersama. Toleransi antar umat beragam itu masih diperlukan bahkan harus dilaksanakan di negara kita
yang majemuk ini.
Walaupun begitu gue masih
penasaran untuk nerbangin lampion. Sepertinya harus ke Chiangmai, Thailand pas
festival Yee peng di bulan November. Kapan ya bisa kesampean? Suatu saat harus kesampean pokoknya.
Last but not least, Happy Waisak 2558 bagi yang
merayakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar