Gue lahir di Sukabumi, kota kecil
di propinsi Jawa Barat yang dekat dengan Bogor dan juga hanya beberapa jam saja
menuju ke Bandung. Kendati demikian, gue jarang mengeksplorasi keindahan
alamnya. Bukan berarti gue gak suka tapi lebih kepada aksesnya yang terbilang
susah dan jauh sampai ke kampung-kampung. Itu yang bikin males.
Sukabumi dikenal mempunyai banyak curug ( air terjun ) yang tersebar di pelosok yang sulit dijangkau. Sebenernya pengen banget menyambanginya satu persatu cuman belom niat banget.
Selain curug, obyek wisata lainnya yang lumayan terkenal ada Situ Gunung yang terletak di kaki Gunung Pangrango yang menawarkan keindahan danau yang memukau. Belum lagi yang baru-baru ini populer yaitu Situs Megalitikum di Gunung Padang yang berada di daerah Cianjur. Dua objek wisata ini sebenarnya gak terlalu jauh dari kota Sukabumi. Yah kalo niat sih seharusnya bisa.
Untungnya udah pernah ke Ujung Genteng dan Curug Cikaso lalu pernah arung jeram di Sungai Cicatih dan sungai
Citarik terus pernah ke Palabuhan Ratu. Yah itu hanya sebagian kecil dari objek
wisata yang ada di Sukabumi. Dan masih banyak yang beloman.
Makanya pas temen kantor ngadain
acara caving ke Goa Buniayu. Gue udah gak pake mikir lagi langsung daftar.
Soalnya jarang-jarang temen kantor ngadain jalan-jalan dan kebetulan itu belom
pernah dikunjungi. Dan yang bikin gue seneng, transportasi udah diatur,
konsumsi udah disiapkan jadi tinggal
bawa diri saja.
Beberapa hari sebelom hari H, gue
sempatkan untuk membaca tentang Goa Buniayu di dunia maya. Jadi inget dulu
pernah ada temen dari Jakarta yang membuktikan keindahannya. Gue sih gak
tergila-gila sama yang namanya caving karena lebih suka pantai dan yang berhubungan
dengan air. Tapi karena ini perdana, rasa penasaran dan insting petualang gue
tidak bisa diganggu gugat.
Dari kota Sukabumi, mobil pick up
yang membawa kami menuju Sagaranten melewati Terminal Jublek. Perjalanan ditempuh
±
selama 1,5 jam. Sepanjang perjalanan mata akan dimanjakan dengan hijaunya sawah
dan Gunung Gede dari kejauhan. Jalan yang sudah ber-aspal memudahkan perjalanan
kali ini.
Wanawisata Goa Buniayu terletak
disebelah kanan jalan. Dari gerbang wisata masih harus melewati jalan yang
tidak mulus kira-kira 2 km lagi ke arah dalam.
Sesampainya di area lokasi, kami
istirahat sebentar dan bersiap-siap dengan memakai perlengkapan caving seperti
seragam, sepatu boot, helm, lampu penerangan untuk diikat di kepala dan harness
untuk keperluan menuruni goa.
Setelah semua siap, kami ber-17
orang cewe dan cowo mengikuti jalan setapak ke arah goa. Nama Buniayu sendiri
berarti Buni = tertutup dan Ayu = cantik. Nah sudah bisa mengartikannya sendiri
kan? Goa ini juga dikenal dengan nama Goa Siluman.
Sebenarnya rombongan kami tidak
sendiri tapi ada rombongan dari Bogor yang berjumlah 6 orang. Kami disatukan
menjadi satu kelompok.
Setelah berdoa singkat kami diajak untuk menuruni goa secara vertical masuk ke perut bumi. Satu persatu kami diturunkan menuju kegelapan. Rasanya seperti flying fox saja tapi lebih menantang. Yang menemani kami selama di goa ada 2 orang. Mereka sudah sangat mengerti medan dan membantu kami melewati perjalanan ini dengan sabar.
Goa Buniayu ini sudah pasti
dipenuhi dengan stalagmit dan stalaktit yang mengagumkan di langit-langit goa dan
dasarnya. Tapi, berhubung gue sudah pernah mengunjungi Goa Gong yang berada di
Pacitan, Jawa-Timur yang diklaim sebagai goa terindah se-Asia Tenggara, bisa
dibilang Buniayu sih gak ada apa-apanya.
Goa Gong memang hanya dapat
dinikmati keindahannya bukan untuk dieksplorasi. Jadi bisa dibilang beda
segmentasinya. Buniayu lebih menantang, cocok buat yang punya jiwa petualang,
mencoba sesuatu yang baru, gak penakut dan suka sama yang berbau adrenalin.
Bayangin aja didalam goa selama
3,5 jam ditemani kegelapan, melewati batu karang yang tajam, melompati jurang,
berjalan di atas lumpur, ngesot diantara bebatuan, sesekali diperciki air dari atas
goa bahkan berjalan diatas aliran air yang lumayan deras. Kadang berjalan,
kadang harus melompat bahkan berbaring diatas lumpur.
Setengah perjalanan dilalui dengan mudah, saatnya untuk beristirahat sejenak. Saat itu semua penerangan dimatikan dan kami menikmati zona kegelapan abadi. Bahkan dengan mata melek sekalipun tidak ada yang terlihat. Mungkin ini rasanya bila sudah meninggal dan dikubur. Hiy…
Perjalanan sesudahnya lebih parah
dan menggila. Lebih sempit dan hanya bisa dilalui satu orang. Memang tidak diperlukan seseorang yang berbadan atletis untuk
menaklukan Buniayu tapi lebih kepada mengikuti instruksi dengan jelas dan punya
keberanian. Sisanya dibawa enjoy saja. Buat orang yang suka mengeluh dipastikan
tidak dapat menikmati pengalaman ini secara maksimal.
Ketika melewati lautan lumpur, buka pasang sepatu boot menjadi hal yang harus dilakukan. Entah berapa dalam dasarnya tapi semakin kaki ini menjebloskan diri akan semakin dalam. Dan ini adalah yang terberat selama di goa. Rasanya kok gak berujung. Kalo udah kecapean sepertinya jadi males. Yang bikin bête tuh nunggu giliran. Ketika melalui medan yang sulit, kami melaluinya satu persatu bergiliran sampai dengan peserta terakhir. Jikalau peserta sebelumnya menemui kesulitan maka giliran orang dibelakangnya akan lebih lama lagi.
Menaiki tangga dari bambu atau
kalau orang sunda mah biasa bilangnya “taraje” menjadi kesulitan terakhir
sebelum sampai di akhir goa. Bila sebelumnya perjalanan hanya menurun dan mendatar
maka untuk sampai ke ujungnya maka diakhiri dengan cara naik yang ekstrem. Gak
terlalu susah sih sebenernya tapi udah kecapean jadi pengennya cepetan
berakhir. Ketika melihat secercah cahaya sepertinya langsung semangat lagi
karena hampir berada di ujung goa. Dan finally bisa menghirup udara segar lagi.
Nyampe udara terbuka, badan kami udah gak keliatan bentuknya karena bener-bener kotor banget. Kami dijemput pick up untuk dibawa ke Curug Bibijilan. Ya, air terjun ini sudah satu paket dengan Goa Buniayu. Untuk sampai ke air terjun ini kami harus melewati jalanan yang licin dan curam. Hadeuh lagi-lagi ada perjuangannya.
Air terjunnya bukanlah yang
terindah yang pernah gue lihat. Tapi cukup asik untuk dipakai bebersih badan
dan berendam menghilangkan kepenatan sehabis caving. Airnya yang dingin seakan
merecharge kembali semangat yang hilang.
Pulang ke base camp, mandi lalu
makan siang. Rasanya nikmat sekali. Yang kurang hanya satu yaitu tidur. Tapi
sebelom itu terjadi, kembali gue harus melewati perjalanan darat untuk sampai
ke kota. Nyampe rumah beneran tidur sampe 12 jam untuk menebus keletihan di badan.
Beneran pengalaman seumur idup
deh ikut beginian. Menarik tapi capenya kebangetan. Yah bolehlah sebagai
petualang sejati merasakan sesuatu yang gak pernah bisa gue bayangin sebelomnya
dan rasanya juga bangga bisa menyelesaikannya sampai akhir.
By the way, dulu waktu gue masih
SD juga pernah caving sama temen gereja tapi gak sesulit ini deh. Nama goa-nya
gak inget, masih di daerah Sukabumi dan bibir goa-nya gede. Gak banyak ornament
didalamnya, ada aliran air-nya dan kalau tidak salah ada tempat duduk yang
terbuat dari lumpur plus ada orang yang lagi bertapa. Omaigat…Dan yang masih
membekas sampai sekarang, sesudah caving kami makan di tempat penduduk. Menu
makannya sih lalapan sederhana dengan kacang panjang yang belum direbus. Walau belum
dimasak tapi rasanya enak sampai pas digigit keluar ulatnya berwarna hijau. Sisanya
langsung kasih temen dan sampai beberapa waktu gak mau makan yang namanya
kacang panjang.
So, sebelom mau ikutan caving
pada umumnya apa aja sih yang harus disiapkan?
Stamina. Itu aja. Dan makan dulu
sebelum memulai caving. Untuk perlengkapannya kalau komersil pasti disediakan. Hindari
bawa kamera dan barang berharga seperti handphone dan jam tangan. Karena biasanya
ketemu air, jangan ambil resiko.
Photography ataupun sekedar untuk kenang-kenangan juga penting tapi sebaiknya
tidak dibawa daripada nanti rusak.
Memang mengambil gambar dari
kamera handphone ataupun kamera saku hasilnya tidak akan maksimal. Tapi membawa
kamera SLR akan lebih tidak aman karena berat dan sedikit banyak akan
mengganggu dalam perjalanan dan kerugiannya kalau sampai rusak akan jauh lebih
mahal dan ini tidak sebanding.
Lebih baik nikmati perjalanannya.
Tidak ada beban lebih bagus bukan? Kita gak akan pernah tau harus melewati apa
dan segimana. Pada waktu musim hujan tentu debit air di dalam goa lebih tinggi
dari biasanya.
Dan jangan merusak keindahan goa
dengan dalih mau dapet foto-foto yang cantik. Stalagmit tersebut hidup dan ada kemungkinan
bakalan rusak kalau kita sembrono.
Yang terakhir, kalau dalam waktu
4 jam tidak kuat untuk tidak minum, lebih baik bawa air minum walaupun
resikonya berat sedikit. Karena bawa badan doang aja udah capek banget.
Saran untuk operator tur
sebaiknya dari perlengkapan sendiri dijaga kebersihannya. Seperti seragam yang
berbau apek sepertinya kan bikin gak nyaman dipakai.
Lalu pelindung tulang kering kaki
sepertinya wajib ada karena ada beberapa spot di air yang terdapat batu karang.
Kita gak akan pernah tau apakah kaki kita akan terantu batu atau tidak.
Perlengkapan selain bersih juga
harus memadai. Jangan sampai tidak semua peserta tidak dilengkapi lampu yang
berada di kepala sebagai penerangan selama di goa. Itu sangat penting. Membawa senter
dari rumah sangat membantu tapi kesulitannya ada pada beban yang dibawa. Kalau di
kepala kan nempel gak ribet bawanya.
Yang terakhir lebih komunikatif
aja dengan peserta.
Sehabis caving, masih berada di
lokasi, gue merasakan mata kanan rada burem. Sampe rumah, gue tetesi obat mata
dan terasa perih. Setelah 2 hari barulah sembuh dan dapat melihat kembali
secara normal. Sepertinya ini gejala kelamaan di dalam goa. Kemampuan mata
melihat di kegelapan tentu saja membuat kinerja mata bertambah daripada
biasanya. So be careful, guys.
Pengalaman caving ke Goa Buniayu sungguh
luar biasa, gak pernah nyangka kalo medannya lumayan berat tapi gak nyesel sih
dan gak nyangka aja gue bisa ikut beginian dan sebenernya ini bukan ditujukan
untuk para pemula karena tingkat kesulitan yang lumayan tinggi untuk
menaklukannya. Sepertinya enggak-enggak lagi deh cukup tau aja. Oya, ada goa
lain dekat situ yang dapat dieksplorasi secara horizontal tapi memang tidak
menantang.
Happy caving…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar