Alasan ke Lombok kali ini adalah
untuk melihat keindahan air terjunnya. Pantainya sih gak usah ditanya lagi, one
of the best lah tapi misi kali ini gue penasaran banget sama air terjunnya. Sesuatu
yang berhubungan dengan air selalu menarik minat gue.
Mobil Avanza sewaan membawa gue
menuju ke kaki gunung Rinjani, Desa Senaru, Lombok Utara. Dari arah Senggigi
ditempuh ±
2 jam. Walaupun terasa lama tapi pemandangan alamnya nomor wahid. Tidur di
mobil menjadi sesuatu yang diharamkan. Rugi banget pastinya.
Nyampe objek wisata, terik
matahari masih saja menyengat. Lombok emang panas pake banget. Di pelataran
parkirnya, serta merta gue dideketin oleh penjaga yang menjual paket air terjun. Ini dia
yang udah pernah gue baca dan pernah gue tanyain di forum Lombok backpacker di
Facebook. Paling males sih berhubungan sama orang yang kek gini soalnya harganya
gak kira-kira. Setelah dijelasin singkat mengenai rutenya, harga yang ditawarkan memang sangat tidak
rasional. Rp. 400.000,- untuk treking ke-2 air terjun.
Gue cuman bisa bengong. Yang
bener aja deh, ini air terjun apa Niagara sih. Muka gue udah bisa dipastiin gak
seneng. Sama seperti waktu ke air terjun Git-git di Bali. Matok harganya seenak
udelnya aja. Akhirnya harganya gue
sanggupi di angka Rp 100.000,- sebagai angka yang sewajarnya. Masalahnya ini
sendirian, kalo bareng-bareng bisa tanggung bersama gak masalah.
Harga tersebut udah termasuk
tiket masuk dan guide yang nemenin gue tanpa pake air minum dan snack. Gue
pernah baca blog sesama traveler yang malahan gak pake guide karena banyakan. Dengan
pertimbangan sendirian, jadi gue seneng-seneng aja dengan harga segitu.
“Halo, siapa namanya mas?” tanya guide-nya.
“Saya Joshua.”
“Wah, kita namanya sama-sama dari
J ya. Saya Jaenal.”
“Hah?” Gue bengong. Ya bisa juga
sih Jaenal dari J gak mesti dari Z. Suka-suka orang tuanya aja tapi tetep aja
berasa aneh dan pengen ketawa sih sejujurnya.
Akses ke air terjun pertama
seperti info dari dunia maya, its piece a cake. Pertama karena udah ada tangga
dari batu, jalannya menurun, aman dan dapat dicapai sekitar 10 menitan. Walaupun
begitu gue tetep keringetan.
Air terjun yang pertama adalah
Air Terjun Sendang Gile. Cantik banget. Twin waterfall karena ada dua aliran
air dan ada dua tingkatan yang bikin takjub. Belom pernah kan liat air terjun
yang beginian. Unik dan cantik. Itu julukan gue buat air terjun ini. Dasar kolamnya
sih dangkal karena airnya langsung mengalir begitu aja. Orang-orang bisa
langsung mandi seperti air dari kucuran shower. Sepertinya mandi dari air
terjun ini emang asik, langsung terasa seger tanpa musti pake sabun segala.
Lanjut air terjun kedua. Petualangan
sesungguhnya baru dimulai.
Jalannya emang gak dipakein
penunjuk jalan, so, kalo sendirian dan belom pernah ke sini rasanya susah. Dan ada
kemungkinan nyasar soalnya masih hutan, sunyi dan sedikit mengerikan. Sesekali
emang ketemu sama bule yang berjalan pulang dengan guide-nya.
Jaenal jalannya cepet banget, gue
selalu jalan dibelakangnya. Tapi dia selalu nengok ke belakang melihat gue udah sampe mana. Padahal dia jalannya gak pake alas kaki loh. Katanya udah
biasa kalau pake sandal malahan gak enak. Sesekali kami ngobrol, nanya dan
ketawa-ketawa. Seneng juga ada yang nemenin kenekatan gue.
Gak ada yang salah sama jalannya
malahan relatif aman bisa dilalui cuman ya itu tadi, gak ada penunjuk jalan.
Yang membuat perjalanan ini menjadi berkesan karena gue dilayani bak Raja. Tas
berisi baju ganti, kamera dan tripod dibawain sama Jaenal. Jangan salah,
bawa badan doang juga capek.
Saatnya nyebrangin sungai. Ini
best part-nya karena seru, menantang dan agak susah. Sepatu gue buka dan Jaenal
kalungin di lehernya.
“Injak aja batu-batu yang kecil
karena tidak licin”, instruksinya selalu tepat.
Setelah sungai berhasil dilalui,
air terjun Tiu Kelep pun keliatan samar dari kejauhan. Itu aja udah bikin gue
kesenengan setengah mati. Gila, bagus bener. Walaupun udah pernah liat dari
foto, tapi aslinya lebih magical.
Semakin mendekati air terjunnya,
keperkasaannya semakin tiada tara. Satu air terjun utama dengan dikelilingi air
terjun berbentuk setengah lingkaran menyerupai tirai. So Powerful. Tuhan lagi seneng ketika
menciptakan ini semua.
Satu hal yang susah dilakukan adalah mencoba membidik keindahannya dengan kamera. Karena sesuai dengan namanya Kelep yang berarti terbang. Cipratan airnya dari jarak 50 meter juga masih kena. Sepertinya peralatan kamera gue musti dilengkapi dengan plastik seperti yang biasa dilakukan Tyra ketika melakukan photo shoot untuk para modelnya di ANTM.
Yang gue sesali cuman satu,
soulmate gue gak ada bersama gue. Pasti akan lebih romantis.
Selama apapun disana gak akan
pernah bosan, yang ada malahan gak pengen pulang. Keindahannya gak bisa diungkapkan
kata-kata karena kata-kata saja tak akan cukup untuk melukiskannya.
Jaenal memperingati jangan sampai gue terlalu mendekati air terjunnya karena dulu pernah ada yang meninggal terkena pusaran air yang begitu kuat. Gue gak mungkin senekat itu, akhirnya gue berendam agak menjauh dan merasakan dingin airnya.
Belum sampe berendam, gue
sempet terjatuh dan pelipis gue terantuk batu, paha juga ikutan memar dan
tangan gue kesakitan karena menahan beban dari badan gue. Untung batunya
tumpul. Alhasil sedikit benjol gara-gara gak hati-hati terpeleset batu yang
licin. Selama gak berdarah sih ya udahlah.
Yang deg-degan malah si
Jaenal. “Bener gak apa-apa?” dengan nada khawatir. So sweet…
Hari semakin siang dan pengunjung
semakin banyak saja. Rasanya kalau tidak ada agenda lain ingin rasanya lebih
lama lagi berada di sana tapi kan gak mungkin juga, gimana dengan si Jaenal. Gue
juga masih pengen nonton Ogoh-ogoh di kota. Dengan berat hati akhirnya kaki ini
berjalan pulang.
Jalannya masih sama hanya saja
ketika melewati terowongan, gue memutuskan untuk pulang lewat situ.
Terowongannya bukan terowongan biasa. Gelap hanya diselingi sedikit cahaya dari luar
tiap beberapa meter. Dan yang bikin exciting, dasar dari terowongannya itu air
mencapai paha atas orang dewasa. Seru bukan?
“Saya pernah nganterin cewe bule
berduaan aja di terowongan ini, dia ketakutan dan meluk-meluk saya mulu.
Saya sih seneng aja.” kata jaenal sambil terkekeh.
Serem sih pastinya, lah gak
keliatan apa-apa. Jalannya aja gue pake meraba-raba kiri kanan takut terantuk
batu. Tinggi terowongannya sendiri mencapai 2 meteran kadang kurang makanya kami harus sedikit menunduk untuk melaluinya. Yang gue inget cuman satu, kek lagi ber-adegan di film Scooby Doo yang
jalan paling belakang tiba-tiba dicomot setan. Hahaha…
Setelah keluar dari terowongan,
gue pake sepatu lagi dan lanjut menuju ke atas. Sepertinya sepatu yang tepat
dipakai di lingkungan seperti ini adalah sandal gunung yang gak perlu dicopot
pakai selama perjalanan. Cocok ketika melalui sungai dan gak ada kesulitan
ketika melewati jalan berbatu.
Ketika sampai jalan raya, rasanya
capek banget tapi gak nyesel. Seneng karena penantian selama 5 tahun ini gak
sia-sia. Lombok emang indah. Lebih indah dari yang bisa dibayangin.
Waktu pamitan sama Jaenal dia
tersenyum karena gue sehat-sehat aja. Sukses ya Jaenal, hidup itu emang susah kalau
cuman dipikirin tapi kalau dijalani akan terasa ringan. Dan semoga tambah
pinter menguasai Bahasa Eropa-nya ya. Hihihi…
Lombok emang berkesan banget.
Luar biasa indah dan kalau ada kesempatan dilain waktu masih mau menginjakan
kaki di pulau ini lagi. Pink beach masih menanti untuk disambangi.
Thank you Jaenal.
See ya Lombok. I love you more…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar