Masih
cerita tentang pengalaman gue ke Solo kemaren ya. Objek wisata utama yang masuk itin gue selama
di Solo adalah daerah Tawangmangu ( TWGU ). Di daerah ini ada 2 candi yang
terkenal yaitu Candi Sukuh dan Candi Cetho. Selain candi ada beberapa air
terjun seperti Grojogan Sewu, Jumog dan Parang Ijo.
Objek
wisata yang gue sebutin di atas itu semua searah. Kepengennya semua objek gue
datengin tapi untuk kali ini gue cukup fokus untuk melihat Candi Sukuh dan
Grojogan Sewu saja.
Saran
gue, daripada sewa mobil ke TWGU mendingan ngeteng saja, selaen karena gampang, pastinya lebih murah. Dari kota Solo naek BST ( Batik Solo Trans ) dengan
tiket IDR 3.500,- dan turun di UNS ( Universitas Sebelas Maret ) dari situ gak
usah nyebrang lagi tinggal tunggu bis ke daerah TWGU.
Pengalaman
naek BST cukup nyebelin. BST itu sejenis busway tapi ukurannya lebih kecil sama
seperti busway di Jogja. Walau punya halte sendiri, beli tiketnya di dalam
bis. Beberapa kali naek BST, kondekturnya cewek.
Kekesalan
gue adalah si kondektur meminta bayaran ongkos bis tapi dia sama sekali tidak
memberikan karcis berikut kembaliannya. Sebenernya gue bisa aja minta, cuman
penasaran sampai nanti turun dia masih pura-pura lupa gak ya? Ternyata iya. Hal
tersebut rupanya bukan barang baru karena di bis pun ada pengumuman harga BST
dan agar penumpang meminta karcis karena sesekali ada pemeriksaan. Parahnya ih,
duit nilep gak halal mbak!
Bus
menuju ke TWGU ditempuh ± 1 jam. Karena tujuan pertama adalah ke Candi Sukuh maka
kami berhenti di Terminal Karang Pandan, nyambung naek angkot Kemuning yang
lebih kecil tujuan Nglorok dan turun di pertigaan. Dari situ tinggal naek ojek
menuju ke candi.
Setelah
beli tiket seharga IDR 3.000,- kami langsung masuk ke lokasi candi. Ternyata
area candi gak terlalu luas tapi rapih dan terawat. Saat itu pengunjung lumayan
ramai dengan beberapa turis dari mancanegara.
Candi
Sukuh adalah Candi Hindu yang dibangun pada tahun 1437 M. Terletak di Kabupaten
Karanganyar dan berdiri di atas lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1186 M dari
permukaan laut. Makanya udara sangat sejuk dan menenangkan.
Candi
ini mempunyai 3 teras. Teras pertama adalah trapesium yang berisi Lingga dan
Yoni atau kemaluan dari laki-laki dan perempuan.
Teras
kedua adalah patung-patung tanpa kepala yang berjajar menuju ke candi utama.
Dan
teras terakhir adalah si candi utama tersebut. Dengan candi tanpa kepala
di bagian depan sebagai tempat menaruh dupa. Selain itu ada 2 kura-kura di pintu
masuk candi yang konon katanya dulu berfungsi sebagai tempat sesajen.
Tempat
bersejarah pastinya akan lebih menarik kalo didampingi dengan guide karena
pasti ada ceritanya. Penasaran sih, kenapa patung-patung yang ada di sana dengan
kemaluannya yang menantang itu ada yang menunjuk ke bawah dan ada juga yang
ke atas. Dan kenapa mengumbar kemaluan? Gue melihatnya bukan sebagai sesuatu
yang jorok tapi lebih ke arah seni. Apakah ada hubungannya dengan
Kama Sutra dari India? Begitu banyak pertanyaan di kepala yang gak terjawab.
Kalo
turis lokal biasanya cuman foto-foto narsis kek gue tapi kalo turis
mancanegara memang suka bertingkah aneh. Ok, mungkin mereka benar-benar
menghargai seni tapi gak sampe menari-nari di depan candi atau yoga atau
meditasi juga kali ya. Urusan mereka sih tapi kalo tujuannya klenik gitu rada
serem.
Candi
utama gak punya patung didalamnya, hanya bisa dinaiki sampai ke puncaknya yang
datar. Tangga batu menuju ke puncak tersebut hanya terdapat di bagian depan saja
bukan di keempat sisinya. Sekilas mirip dengan Piramida di Chichen Itza,
Yucatan Peninsula-Mexico.
Katanya,
tangga tersebut bila dinaiki oleh gadis yang gak perawan lagi maka kain yang
dipakainya akan sobek. Gak ada yang tahu pasti mengenai kebenarannya. Ada juga
yang bilang kalo candi ini dibangun
sebagai pengruwatan atau menangkal sesuatu yang jahat.
Cerita
dibalik candi selalu menarik. Beruntunglah negara kita yang kaya akan
peninggalan jaman dulu, tugas kita hanyalah melestarikan agar dapat dinikmati oleh
generasi penerus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar