Sewaktu kami jalan-jalan di Festival Citylink, kami lihat Tokyo Connection sangat ramai jadi
bikin penasaran. Konsep restonya, open seperti di food court. Kami
langsung cari tempat duduk kosong. Eh, baru saja duduk, waiternya langsung
deketin kami dan bilang, “Maap mas, kita lagi rame banget, mungkin kalo mau
order, pesanannya bakalan keluar sejam lagi.”
Baru
kali ini gue mau makan ditolak secara halus. Ya udah, kami langsung keluar.
Kami gak se-niat itu mau makan sampe nunggu segitu lamanya. Emang sih yang
dibilang waiter tadi bener, soalnya masih banyak meja yang orderannya masih
belom datang.
Namun kesempatan untuk makan di Tokyo Connection
tiba di bulan berikutnya ketika resto tidak terlalu ramai. Kami pesan Original Beef Spicy Ramen ( IDR 35.000,-),
Karaage ( IDR 17.500,-), Lady Sakura ( IDR 27.000,-) dan Vanilla Macadamia
Crush ( IDR 22.000,-).
Pertamanya
gue gak pesen minuman Lady Sakura, gue lebih tertarik pesan minuman yang lain,
setelah semua pesenan muncul, kok minuman gue gak dateng-dateng? Nanyalah gue
sama waitress yang tadi orderin kami. Dia dengan cepat bilang “On the way.” Ya
udah kalo menurut dia gitu.
Udahnya
itu waitress dateng ke meja kami dan bilang kalo pesenan gue udah sold out. Dih
gimana sih? Udah nunggu lama malah abis. Akhirnya gue minta menu lagi untuk
pilih minumannya. Setelah pilih minuman pengganti, waitress-nya pun berlalu
untuk kembali lagi dan bilang kalo minumannya juga abis. Ya Tuhan, baru jam 5
sore minuman udah pada abis bener-bener gak ngerti.
Saking
kesel, gue tanya dong jadi minuman yang tersedia apa? Baru deh dia sebutin.
Berakhir di Lady Sakura.
Mustinya
baik waiter/ waitress di resto dan di hotel adalah sama. Tugasnya adalah : melakukan
table set up, mencatat orderan tamu, mengulang orderan yang sudah dipesan tamu,
mengetahui ingredients dari makanan maupun minuman yang dipesan tamu,
mengetahui stock makanan dan minuman yang telah dipesan tamu sehingga sisa
makanan yang ada dapat diketahui dengan cepat.
Namun
pada prakteknya, waiter yang bekerja di hotel jauh lebih baik dibandingkan
dengan yang bekerja di resto. Mungkin dari segi pendidikan pun berbeda. Dan, gue pun
gak meminta treatment yang lebih spesial hanya saja prosedur standart seorang
waiter mustinya pada paham.
Belom
lagi si waitress tadi sama sekali gak repeat the order, makanya pesenan yang
semestinya Ramen Karaage yang dateng hanya Karaage saja. Mustinya kesalahan
seperti itu gak terjadi kalo waiternya peduli. Kan males juga marah-marah, toh
cuman mau makan trus bayar apa yang sudah dipesan. Simple.
Makanannya standart, gak ada yang spesial banget. Kalo mau makan ramen enak
mending di tempat lain, walaupun harganya premium tapi kalo rasanya nendang kan
puas.
Kalo
minumannya, gue jadi tertarik untuk bikin sendiri dirumah. Bahan-bahan untuk
Lady Sakura adalah : Sirup merah, buah nanas potong kecil-kecil, bir dan es
krim vanilla. Bahannya gampang dicari
dan sensasi pahit dari bir-nya bikin eufora.
Waktu
kami mau pulang, ada kejadian dari tamu lain yang pernah kami alami sebelumnya
yaitu ditolak waiter dengan alasan bakalan lama datangnya pesanan. Kalo memang
bagian kitchen kurang orang mustinya segera ditangani. Masa bulan berlalu masih
gak ada penanganan secara serius? Gue rasa menolak customer itu haram hukumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar